FISIOLOGI PROTEIN
Protein merupakan senyawa kimia yang tidak saja mengandung atom karbon
seperti karbohidrat dan lemak yakni karbon, hidrogen, dan oksigen, namun juga
mengandung atom nitrogen. Atom C, H, O dan N tersusun menjadi asam amino,
yang membentuk rantai menjadi protein. Dua puluh asam amino berbeda telah
diidentifikasi sebagai pembentuk protein. Sebagai sumber energi, protein setara
dengan karbohidrat dengan memberikan 4kkal/g (Escallon dkk, 2007)
Asam amino digunakan sebagai bahan dasar untuk enzim, hormon, dan
protein struktural. Sejumlah protein spesifik dapat disintesis oleh tiap sel tubuh.
Sintesis ini memerlukan semua asam amino yang ada. Asam amino esensial harus
7
disuplai, atau rangka karbon dan gugus asam amino dari asam amino lainnya
harus tersedia untuk proses transaminase (Escallon dkk, 2007).
Tiap materi genetik sel (asam deoksiribonukleat atau DNA) mengatur sintesis
proteinnya masing-masing. Fungsi DNA menjadi cetakan untuk sintesis berbagai
bentuk asam ribonukleat (RNA), yang ikut dalam sintesis protein. Energi untuk
sintesis ini disuplai oleh adenosin trifosfat (ATP), yang merupakan sebuah
nukleotida (Escallon dkk, 2007).
Tubuh tidak menyimpan cadangan untuk asam amino bebas. Yang tidak ikut
dalam sintesis protein maka akan dimetabolisme. Namun, terdapat sumber
metabolik asam amino pada protein seluler yang dapat digunakan kapan saja bila
diperlukan. Turnover konstan protein pada orang dewasa biasanya penting untuk
mempertahankan sumber asam amino ini dan kemampuan untuk memenuhi
permintaan asam amino oleh sel dan jaringan ketika distimulasi untuk membuat
protein yang penting. Jaringan yang paling aktif untuk turnover protein adalah
protein plasma, mukosa usus, pankreas, hepar, dan ginjal (Escallon dkk, 2007).
Terdapat dua tipe asam amino dasar (Escallon dkk, 2007) :
1. Asam amino esensial yang dibuat di dalam tubuh berasal dari prekursor
karbon dan nitrogen
2. Asam amino esensial yang tidak dapat disintesis dalam tubuh
Sumber asam amino terbesar adalah berasal dari protein diet. Pada beberapa
kondisi klinis, beberapa asam amino non esensial harus disuplai dari luar sehingga
disebut juga sebagai asam amino kondisional yang mana dapat saja menjadi
esensial pada kondisi-kondisi tertentu (Escallon dkk, 2007).
Asam amino esensial antara lain adalah histidin, isoleusin, leusin, lysin,
metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, dan mungkin juga arginin (Escallon
dkk, 2007).
Ketiadaan atau asupan asam amino esensial yang kurang adekuat akan
menyebabkan imbang nitrogen negatif, berat badan turun, gangguan pertumbuhan
pada bayi dan anak, dan berbagai gejala klinis lainnya seperti penurunan fungsi
imunitas (Escallon dkk, 2007).
Arginin bisa menjadi tidak tergantikan pada pasien yang kurang nutrisi,
sepsis, atau sedang dalam masa pemulihan dari trauma atau pembedahan.
Suplementasi arginin terkait dengan peningkatan penyembuhan luka, yang
mungkin akibat peran arginin dalam meningkatkan sintesis kolagen. Suplementasi
arginin juga menyokong fungsi imun pada manusia dan hewan. Namun karena ia
merupakan prekursor nitric oxide maka harus diwaspadai akan risiko terjadinya
overdosis (Escallon dkk, 2007).
Terdapat pendapat pula bahwa glutamin juga menjadi asam amino esensial
kondisional pada pasien dengan sakit kritis. Setelah cedera, konsentrasi glutamin
plasma dan intrasel menurun, kemungkinan akibat peningkatan uptake glutamin
dari usus yang melebihi jumlah glutamin yang dilepaskan dari otot rangka
(Escallon dkk, 2007).
Comments
Post a Comment