GRAND
TEORI KEPERAWATAN ADAPTASI
MODEL
Sister Callista Roy
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Teori Keperawatan
diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya, dimulai dari meta theory
sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory sebagai yang lebih konkrit.
Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand
Theory yang menegaskan fokus global dengan board perspective dari praktik
keperawatan dan pandangan keperawatan yang berbeda terhadap sebuah fenomena
keperawatan.
Grand
Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan. Filosofi
bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin keperawatan dalam
memandang manusia sebagai makhluk biologis dan respon manusia dalam keadaan
sehat dan sakit, serta berfokus kepada respons mereka terhadap suatu situasi.
Filosofi belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan,
sehingga perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit (less
abstrac) yang dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk paradigma keperawatan.
Contohnya: Nightingale dalam mendefinisikan “Modern Nursing”.
Sedangkan Grand theory keperawatan
(Alligood, 2002), menyatakan teori
pada level ini lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan praktisi
keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien, kondisi
keluarga, kondisi kesehatan, dan peran perawat. Pandangan lain oleh Fawcett
(1995) dalam Sell dan Kalofissudis (2004) mendefinisikan grand theory sebagai
teori yang memiliki cakupan yang luas, kurang abstrak dibanding model
konseptual tetapi tersusun atas konsep-konsep umum yang relatif abstrak dan
hubungannya tidak dapat di uji secara empiris. Contohnya yaitu “Teori Roy
(manusia sebagai sistem yang adaptif) berasal dari Roy Adaptation Mode”.
The
Roy’s Adaptation Model”, menjelaskan 4 (empat)
elemen essensial dalam model adaptasi keperawatan yaitu: Manusia, lingkungan, Kesehatan dan Keperawatan. (Roys menjelaskan bahwa
manusia memiliki sistem adaptasi terhadap berbagai stimulus atau stressor yang
masuk. Mekanisme koping merupakan proses penterjemahan stimulus dengan dua sub
system yaitu sub system kognator dan sub system regulator. Hasil dari proses
adaptasi akan menghasilkan respon adaptive atau maladaptive. Secara spesifik
Roys menyebutkan dengan istilah Manusia sebagai system Adaptive. Asuhan
keperawatan dengan penerapan teori Roy melalui metode Prosses Keperawatan
merupakan masalah yang menarik untuk dipelajari. Makalah ini akan menjelaskan
Aplikasi The Roys Adaptation Model dalam pelayanan asuhan keperawatan dengan
metode Proses Keperawatan.
2.
Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1) Memahami secara mendalam tinjauan teoritis model konsep keperawatan
menurut Roy ( The Roy’s Adaptation Model)
2) Mamahami Aplikasi Teori Roy dalam penerapan Proses Keperawatan.
3) Mengidentifikasi penerapan teori Roys pada pelayanan Asuhan Keperawatan.
4) Menyusun rencana perawatan teori Roy.
B. PANDANGAN TIGA AHLI KEPERAWATAN
Pandangan 3 (tiga) ahli
keperawatan tentang penerapan Grand Theory Keperawatan pada tatanan nyata :
1.
Levine
Keperawatan adalah bagian budaya yang direfleksikan
dengan ide-ide dan nilai-nilai, dimana perawat memandang manusia itu sama,
merupakan suatu rangkaian disiplin dalam menguasai organisasi atau kumpulan
yang dimiliki individu dalam menjalin hubungan manusia sekitarnya.Intisari dari
keperawatan adalah manusia.
Asumsinya sebagai berikut:
a.
Kondisi Pasien memasuki
system pelayanan kesehatan dalam bagian
penyakit atau perubahan kesehatan.
b.
Responsibilitas tanggung jawab.
Perawat bertanggung jawab dalam mengenal respon (perubahan tingkah laku atau
tingkat fungsi tubuh ) sebagai adaptasi pasien atau usaha untuk beradaptasi
terhadap lingkungan.
Levine berfokus pada satu orang pasien, implikasi utama
dalam pengaturan perawatan akut, dimana intervensi dapat bersifat mendorong
atau terapeutik.
2.
Betty Neuman
Systems Model
merupakan pendekatan sistem pada asuhan keperawatan pasien yang dinamis dan
terbuka, difokuskan pada definisi masalah keperawatan dan pemahaman pada
interaksi pasien dengan lingkungan. Pasien sebagai sistem adalah individu,
keluarga, grup, komunitas, atau isu. Penekanan pada penurunan stres dengan
memperkuat garis-garis pertahanan fleksibel, normal, maupun resisten, dengan
intervensi diarahkan pada ketiga garis pertahanan tersebut yang terkait dengan
3 level prevensi : primer, sekunder, tersier.
3.
Dorothy Orem
Self Care menurut Orem’s adalah suatu
pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri
untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit (Orem’s 1980). Pada
dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan- kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk
mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu. Menurut Orem
asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari
kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi
kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan, teori ini dikenal
dengan teori self care (perawatan
diri).
C.
TINJAUAN TEORITIS The Roy Adaptation Model
1. Manusia Sebagai System Adaptive.
Sistem, adalah suatu set
dari beberapa bagian yang berhubungan dengan
keseluruhan fungsi untuk beberapa tujuan dan demikian juga keterkaitan dari
beberapa bagiannya. Dengan kata lain bahwa untuk memeliki keseluruhan
bagian-bagian yang saling berhubungan, sistem juga memiliki input, out put, dan
control, serta proses feedback.
Dalam model adaptasi
keperawatan menurut Roy manusia dijelaskan sebagai suatu sistim yang hidup,
terbuka dapat menyesuaikan diri dari perubahan suatu unsur, zat, materi yang
ada dilingkungan. Sebagai sistim yang dapat menyesuikan diri manusia dapat
digambarkan dalam karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan
yang saling berhubungan antara unit unit fungsionil atau beberapa unit
fungsionil yang mempunyai tujuan yang sama. Sebagai suatu sistim manusia dapat
juga dijelaskan dalam istilah Input,
Control, Proses Feedback, dan Output.
1)
Input (Stimulus)
Pada manusia sebagai suatu sistim yang dapat
menyesuaikan diri: yaitu dengan menerima
masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri
(Faz Patrick & Wall; 1989). Input atau stimulus yang masuk, dimana
feedbacknya dapat berlawanan atau responnya yang berubah ubah dari suatu
stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai tingkat adaptasi yang
berbeda dan sesuai dari besarnya stimulus yang dapat ditoleransi oleh manusia.
2) Mekanisme Koping.
Adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (stuart, sundeen;
1995). Manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri disebut
mekanisme koping, yang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Mekanisme koping bawaan
dan dipelajari.
Mekanisme koping bawaan, ditentukan oleh sifat
genetic yang dimiliki, umumnya dipandang sebagai proses yang terjadi secara
otomatis tanpa dipikirkan sebelumnya oleh manusia. Sedangkan mekanisme koping
yang dipelajari, dikembangkan melalui strategi seperti melaui pembelajaran atau
pengalaman-pengalaman yang ditemui selama menjalani kehidupan berkontribusi
terhadap respon yang biasanya dipergunakan terhadap stimulus yang dihadapi.
Respon adaptif, adalah keseluruhan yang
meningkatkan itegritas dalam batasan yang sesuai dengan tujuan “human system”.
Respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak
memberikan kontribusi yang sesuai dengan tujuan “human system.
Dua Mekanisme Coping yang telah diidentifikasikan
yaitu: Susbsistim Regulator dan Susbsistim Kognator. Regulator dan Kognator adalah digambarkan
sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat effektor atau cara penyesuaian
diri yaitu: Fungsi Phisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan Interdependensi.
(Baca Poin 1.4: Sistem Regulator dan Kognator)
3)
Output
Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai
suatu sistim adaptive adalah espon adaptive (dapat menyesuaikan diri) dan respon
maldaptive (tidak dapat menyesuaikan diri). Respon-respon yang adaptive itu
mempertahankan atau meningkatkan intergritas, sedangkan respon maladaptive
dapat mengganggu integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu
selanjutnya akan menjadi Input (masukan) kembali pada manusia sebagai suatu
sistim.
Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang
berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak
efektif berdampak terhadap respon sakit (maladaptife). Jika pasien masuk pada
zona maladaptive maka pasien mempunyai masalah keperawatan adaptasi (Nursalam;
2003).
4)
Subsistem Regulator dan Kognator
Adalah mekanisme penyesuaian atau Koping yang
berhubungan dengan perubahan lingkungan, diperlihatkan melalui perubahan
Biologis, Psikhologis dan social. Subsistim Regulator adalah gambaran respon
yang kaitannya dengan perubahan pada sistim saraf, kimia tubuh, dan organ endokrin.
Subsistim regulator merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan beradaptasi
terhadap stimulus lingkungan. Subsistim Kognator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnnya persepsi, proses informasi,
pembelajaran, membuat alasan dan emosional.
Dapat dijelaskan bahwa Semua input stimulus yang
masuk diproses oleh subsistim Regulator dan Cognator. Respon-respon susbsistem
tersebut semua diperlihatkan pada empat perubahan yang ada pada manusia sebagai
sistim adaptive yaitu : fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan Interdependensi (Kozier, Erb,
Blais, Wilkinson;1995).
Berikut ini pengertian empat perubahan dan
contohnya:
a.
Perubahan Fungsi Fisiologis
Adanya perubahan
fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan.
Contoh : Keseimbangan cairan dan
elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar adrenal bagian korteks mensekresikan kortisol
atau glukokortikoid, bagian medulla mengeluarkan epenefrin dan non epinefrin), sirkulasi
dan oksigen.
b.
Perubahan konsep diri
Adalah keyakinan
perasaan akan diri sendiri yang mencakup persepsi, perilaku dan respon. Adanya
perubahan fisik akan mempengaruhi pandangan dan persepsi terhadap dirinya.
Contoh : Gangguan Citra diri, harga diri
rendah.
c.
Perubahan fungsi peran
Ketidakseimbangan akan
mempengaruhi fungsi dan peran seseorang.
Contoh :
peran yang berbeda, konflik peran, kegagalan peran.
d.
Perubahan Interdependensi
Ketidakmampuan seseorang
untuk mengintergrasikan masing-masing komponen menjadi satu kesatuan yang utuh.
Contoh : kecemasan berpisah.
Cara
penyesuaian diri diatas ditentukan dengan menganalisa dan mengkatagorikan
perilaku manusia, dimana perilaku tersebut merupakan hasil dari aktivitas
Kognator dan Regulator yang diobservasi.
Kebutuhan
dasar untuk intergritas yang mencakup : Intergritas Fisik, Psikhologis dan
Sosial. Proses persepsi ditemukan baik dalam subsistim regulator maupun dalam
subsistem kognator dan digambarkan sebagai proses yang menghubungkan dua subsistem
tersebut. Input-input untuk regulator diubah menjadi persepsi. Persepsi adalah
proses dari kognator dan respon-respon yang mengikuti sebuah persepsi adalah Feedback baik untuk kognator maupun
Regulator. Secara keseluruhan konsep manusia sebagai sistim Adaptive dapat
digambarkan dengan skema pada Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1: Skema Manusia Sebagai Sistem
Adaptive
|
Sumber : Tomey and
Alligood. 2006. Nursing theoriest, utilization and application. Mosby : Elsevier.
2. Stimulus.
3. Tingkat Adaptasi
Tingkat adaptasi
merupakan kondisi dari proses hidup yang tergambar dalam 3 (tiga kategori),
yaitu 1) integrasi, 2) kompensasi, dan 3) kompromi. Tingkat adaptasi seseorang
adalah perubahan yang konstan yang terbentuk dari stimulus. Stimulus merupakan masukan ( Input ) bagi manusia
sebagai sistem yang adaptif. Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi 3
(tiga) jenis stimulus, antara lain: 1) stimulus fokal, 2) stimulus kontektual,
dan 3)
stimulus residual.
1)
Stimulus Fokal
yaitu stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan
keadaan sakit dan ketidakseimbangan yang dialami saat ini. Contoh : kuman
penyebab terjadinya infeksi
2)
Stimulus Kontektual.
yaitu
stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi) seperti
keadaan tidak sehat. Keadaan ini tidak terlihat langsung pada saat ini, misalnya
penurunan daya tahan tubuh, lingkungan yang tidak sehat.
3)
Stimulus Residual
yaitu
sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi terjadinya
keadaan tidak sehat, atau disebut dengan Faktor Predisposisi, sehingga terjadi
kondisi Fokal, misalnya ; persepsi pasien tentang penyakit, gaya hidup, dan fungsi
peran.
4. Sehat-Sakit (Adaptive
dan Maladaptif)
Kesehatan dipandang sebagai keadaan dan proses menjadi
manusia secara utuh dan integrasi secara keseluruhan . Integritas atau keutuhan manusia meyatakan secara tidak langsung bahwa kesehatan atau kondisi
tidak terganggu mengacu kelengkapan
atau kesatuan dan kemungkinan
tertinggi dari pemenuhan potensi manusia. Jadi intergrasi adalah sehat
sebaliknya kondisi tidak ada
integrasi adalah kurang sehat. Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk
penekanan pada kondisi baik.
Dalam model adaptasi keperawatan konsep sehat dihubungkan dengan konsep
adaptasi. Adaptasi yang tidak memerlukan
energi dari koping yang tidak efektif dan memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain. Mengurangi dan
tidak menggunakan energi ini dapat meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi
kesehatan, ini adalah pembebasan energi
yang dihubungkan dengan konsep
adaptasi dan kesehatan. Adaptasi adalah
komponen pusat dalam model
adaptasi keperawatan didalamnya
menggambarkan manusia sebagai sistem
yang dapat menyesuaikan diri . Adaptasi
dipertimbangkan baik proses koping
terhadap stressor dan produk
akhir dari koping. Proses adaptasi
termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas. Proses adaptasi
termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dan dua bagian proses.
Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam lingkungan
internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon. Perubahan-perubahan itu adalah stressor-strassor
atau stimulus focal dan ditengahi oleh faktor-faktor kontekstual dan residual.
Bagian bagian stressor menghasilkan interaksi
yang biasanya disebut stress,
bagian kedua dari stress adalah nekanisme koping yang merangsang menghasilkan
respon adaftif atau inefektif . Produk adaptasi
adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi:
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan pengeuasaan yang disebut Intergritas.
Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan
dinamik yang meliputi peningkatan dan penurunan respon respon. Setiap
kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga keseimbangan
dinamik dari manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi.
Lingkup yang besar dari
stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia sebagai adaptive sistem.
Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat yeng lebih tinggi pada
keadaan baik atau sehat. Adaptasi kemudian disebut adalah suatu fungsi dari
stimulus yang masuk dan tingkatan adaptasi lebih spesifik, fungsi yang lebih
tinggi antara stimulus fokal dan sistim adaptasi.
5. Keperawatan.
Keperawatan adalah
sepanjang menyangkut seluruh kehidupan
manusia yang berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan jawaban
terhadap stimulus internal dan eksternal
yang mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang tidak biasa (focal stimulus) atau koping mekanisme yang
lemah membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping yang tidak efektif
manusia memerlukan seorang perawat. Ini tidak harus, bagaimanapun
diinterpretasi untuk memberi arti
bahwa aktivitas tidak hanya
diberikan ketika manusia itu sakit . Roy menyetujui pendekatan holistic keperawatan dilihat
sebagai proses untuk
mempertahankan keadaan baik dan tingkat fungsi yang tinggi . Keperawatan terdiri dari dua yaitu tujuan
keperawatan dan aktivitas keperawatan . Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia dengan
lingkungan. Jadi peningkatan adaptasi
dalam tiap 4 cara menyesuaikan
diri : yaitu fungsi fisiologi, konsep diri , fungsi peran dan interdependensi. Harapan terhadap peningkatan
integritas adaptasi dan berkontribusi terhadap kesehatan manusia, kualitas
hidup dan kematian yang bermanfaat. Tujuan keperawatan diraih ketika stimulus fokal berada didalam suatu
area tingkatan adapatasi manusia, dan ketika stimulus fokal tersebut tidak ada
dalam area , manusia dapat membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif .
Adaptasi tidak memerlukan energi dari
upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain . Kondisi tersebut dapat mencapai peningkatan penyembuhan dan kesehatan . Jadi , peranan penting
adaptasi sangat ditekankan pada konsep
ini. Tujuan dari adaptasi adalah membantu perkembangan aktivitas keperawatan, yang digunakan pada proses
keperawatan meliputi
pengkajian,diagnosa keperawatan, intervensi,dan evaluasi. Adaptasi model
keperawatan ditetapkan “ data apa yang dikumpulkan,bagaimana mengindentifikasi
masalah dan tujuan utama, pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana
mengevaluasi efektifitas proses
keperawatan. Unit unit analisis dari
pengkajian keperawatan adalah
interaksi manusia dengan lingkungan . Proses pengkajian termasuk dalam
dua tingkat pengkajian . Tingkat pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara
penyesuaian diri . Data-data tersebut
dikumpulkan dari hasil observasi penilaian respon dan
komunikasi dengan individu. Dari data tersebut perawat membuat alas an sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan
diri atau tidak efektif. Tingkat kedua
pengkajian adalah mengumpulkan
data tentang focal, kontekstual,
dan residual stimuli. Sebelum tingkat
pengkajian ini perawat mengidentifikasi factor-faktor yang
mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama.
Keterlibatan ini penting untuk
menetapkan factor-faktor utama
yang mempengaruhi perilaku. Intervensi keperawatan dibawa dalam konteks proses keperawatan dan meliputi
pengelolaan atau manipulasi stimulus focal,kontekstual dan residual.
Manipulasi atau pengaturan stimulus
( baik internal dan eksternal) bisa termasuk didalam penghilangan,
peningkatan, pengurangan , pemeliharaan atau merubah stimulus. Melalui
pengelolaan factor-faktor stimulus ,
pencetus tidak efektifnya perilaku
diubah atau meningkatkan
kemampuan individu untuk mengatasi masalah. Itu adalah memperlebar penyesuaian
diri. Jadi stimulus akan jatuh ke area
yang dibangun oleh tingkat penyesuaian
diri manusia dan perilaku adaptif akan
terjadi . Intervensi keperawatan berikutnya , mengevaluasi hasil akhir
perilaku dan memodifikasi
pendekatan-pendekatan keperawatan sesuai kebutuhan Ini harus dicatat bahwa dalam model manusia dihormati sebagai individu yang
berpartisipasi aktif dalam perawatan dirinya. Tujuan disusun berdasarkan
tujuan yang saling menguntungkan.
Menurut Roy, kapan
Keperawatan itu dibutuhkan?. Jawabannya adalah: Manusia sebagai Sistem Adaptive
(dapat menyesuaikan diri), sakit atau memilki potensi sakit. Biasanya ketika
mengalami stress atau kelemahan/kekurangan mekanisme Coping, biasanya manusia
berusaha untuk menanggulangi yang tidak efektif. Menusia berusaha meminimalkan
kondisi yang tidak efektif yang memelihara yang adaptive. Dengan peningkatan
adaptasi menusia terbebas dari pemakaian energi dan enegi tersebut dapat
digunakan untuk stimulus yang lain.
6. Hubungan komponen Dasar
dalam Model Adaptasi Keperawatan.
Adaptasi adalah konsep
sentral dan konsep yang menyatukan
konsep-konsep lain dalam model ini. Penerima pelayanan keperawatan
adalah manusia sebagai adaptif sistem yang menerima stimulus dari lingkungan internal dan eksternal.
Stimulus-stimulus ini mungkin berada dalam area atau di luar area adaptasi
manusia dan subsistem regulator dan kognator digunakan untuk mempertahankan
adaptasi dengan memperhatikan 4 cara penyesuaian diri. Saat stimulus jatuh
dalam area adaptasi manusia, respon adaptif
akan terjadi dan energi dibebaskan untuk
berespon terhadap stimulus lain. Dalam hal ini meningkatkan integritas atau
kesehatan. Keperawatan mendorong adaptasi melalui penggunaan proses keperawatan
dengan tujuan meningkatkan kesehatan. Hubungan antar komponen dasar dari model adaptasi keperawatan
digambarkan berikut ini:
Menggunakan proses Keperawatan
untuk meningkatkan
|
|
|
|
|
|
|
|||||
Interaksi
Gambar 5: Hubungan
komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan. (sumber: Craven, Ruth F,
(2000). Fundamentals of Nursing: Human Health and Function, 3rd
ed, DLMN/DLC.
D.
MENGIDENTIFIKASI PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN PENDEKATAN TEORY MODEL ADAPTASI ROY
Budaya
|
: Status sosial ekonomi,
Ektnis
(suku/Ras), sistim kepercayaan.
|
Keluarga
|
: Struktur
keluarga, tugas keluarga.
|
Fase perkembangan
|
: Usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor
keturunan.
|
Intergritas dari cara-cara penyesuaian
(modes Adaptive)
|
: Fisiologis (termasuk patologi penyakit), konsep
diri, fungsi peran, interdependensi.
|
Efektivefitas Kognator
|
: Persepsi,
pengatahuan, skill.
|
Pertimbangan lingkungan
|
: Perubahan lingkungan internal dan ekternal,
menajemen pengobatan, penggunaan obat-obatan. Alkohol, dan merokok.
|
1) Metode Pertama
Adalah menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4
(empat) cara penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan
cara mengidentifikasi perilaku empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang
ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi (lihat tabel 2). Respon tersebut digunakan sebagai
pernyataan Masalah keperawatan. Misalnya: inadekuat pertukuran gas.(masalah
fisiologis) datanya ialah; sesak kalau beraktivitas, bingung/agitasi, bernafas
dengan bibir dimoncongkan, sianosis. Konstipasi (masalah
fisiplogis eliminasi) datanya: sakit perut, nyeri waktu defikasi, perubahan
pola BAB. Kehilangan (masalah konsep diri) datanya: diam, kadan-kadang
menangis, kegagalan peran (masalah fungsi peran).
2)
Metode
Kedua
Adalah membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon
dalam satu cara penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang sangat
berpengaruh. Metode ini caranya ialah menilai perilaku respon dari satu cara
penyesuaian diri, respom perilaku tersebut dinyatakan sebagai statemen masalah.
Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang stimulus. Stimulus tersebut
dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada yang disebabkan oleh kurannyag
suplay oksigen ke otot jantung
3)
Metode
Ketiga
Adalah kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode Adaptive)
berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama. Misalnya pasien mengeluh nyeri
dada sangat beraktivitas (olah raga) sedangkan pasien adalah atlit senam.
Sebagai pesenam tidak mampu melakukan senam. Kadaan ini disimpulkan diagnosa
keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran berkaitan dengan
keterbatan fisik. Pasien tidak mampu untuk bekerja melaksnakan perannya.
Tabel 2: Typologi Yang Biasanya Berkaitan Dengan Problem
Adaptasi.
FISIOLOGIS MODE
|
|
1.
Oksigenasi.
·
Hipoksia/syoks.
·
Gangguan ventilasi.
·
Inadekuat pertukaran
gas.
·
Inadekuat transport Gas
·
Gangguan perfusi
jaringan.
2.
nutrisi.
·
Malnutrisi.
·
Mual,muntah.
·
Anoreksia.
3.
eliminasi.
·
Diare.
·
Konstipasi.
·
Kembung.
·
Retensi Urine.
·
Inkontinensia urine.
4.
aktivitas dan
istirahat.
·
Inadekuat pola
aktivitas dan istirahat.
·
Intolenransi aktivitas.
·
Immobilisasi.
·
Gangguan tidur.
5.
intergritas kulit.
·
Gatal-gatal.
·
Kekeringan.
·
Infeksi.
·
Dekubitus
|
6.
sensoris.
·
Nyeri akut.
·
Nyeri kronis.
·
Sensori overload.
·
Gangguan sensori
primer.
·
Potensial injuri.
·
Kehilangan kemampuan
perawatan diri.
·
Gangguan persepsi.
·
Potensial injuri/
hilang kemam-puan merawat diri.
7.
cairan dan elektriolit.
·
Dehidrasi.
·
Retensi cairan intra
seluler.;
·
Edema.
·
Shok hipo/hipervolemik.
·
Hyper atau
hipokalsemia.
·
Ketidakseimbangan asam
basa.
8.
Fungsi Nerologis.
·
Penurunan kesadaran.
·
Defisit memori.
·
Ketidakstabilan
perilaku dan mood.
9.
Fungsi endokrin.
·
Inefektiv regulator
hormon.
·
Inefektiv pengembangan
reproduksi.
·
Ketidakstabilan sikulus
ritme stress internal.
|
KONSEP DIRI
|
|
Pandangan terhadap fisik.
·
Penurunan konsep
seksual.
·
Agresi.
·
Kehilangan.
·
Seksual disfungtion.
|
Pandangan terhadap personal.
·
Cemas tidak berdaya.
·
Harga diri rendah.
·
Merasa bersalah.
|
FUNGSI PERAN
|
INTERDEPENDENSI
|
·
Transisi peran.
·
Peran berbeda.
·
Konflik peran.
·
Kegagalan peran.
|
·
Kecemasan.
·
Merasa.
·
Ditinggalkan/isolasi.
|
Sumber:
Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for
Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton
& lange Norwalk , Connecticut .
Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu dicatat merupakan indikasi perilaku dari
perkembangan adaptasi masalah pasien. Pernyataan masalah meliputi perilaku.
Pernyataan tujuan meliputi: perilaku, perubahan yang diharapkan dan waktu.
Tujuan jangka panjang menggambarkan perkembangan individu, dan proses adaptasi
terhadap masalah danm tersedianya energi untuk tujuan lain (kelangsungan hidup,
tumbuh, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi hasil perilaku pasien
setelah managemen stimulus fokal dan kontektual. Juga keadaan perilaku pasien
itu indikasi koping dari sub sistim regulator dan kognator.
Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk
mengatasi/memanipulasi stimulus fokal kontektual dan residual, Pelaksanaan juga
difokus pada besarnya ketidakmampuan koping manusia atau tingkat adaptasi,
begitu juga hilangnya seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan untuk
beradaptasi. Perawat merencanakan tindakan keperawatan spesifik terhadap
gangguan atau stimulus yang dialami. Standar tindakan keperawatan menurut teori
adaptasi roy adalah seperti terlihat pada tabel 3. (dikutip oleh Nursalam,2003)
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal,
dengan menggunakan koping yang konstruktif (Julia B.George; 1995).
Intervensi ditujukan pada peningktan
kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan pada subsistim regulator
(proses fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir. Misalnya: perspesi,
pengetahuan, pembelajaran).
Tabel 3: kriteria standar Intervensi
Keperawatan Menurut teori Adaptasi Roy
STANDAR TINDAKAN
GANGGUAN FISIOLOGIS
|
|
Memenuhi kebutuhan Oksigen.
Kriteria:
1.
menyiapkan tabung
oksigen dan flow meter.
2.
menyiapkan hemodifier
berisi air.
3.
menyiapkan slang nasal
dan masker.
4.
memberikan penjelasan
pada pasien.
5.
mengatur posisi pasien.
6.
memasang slang nsal dan
masker.
7.
memperhatikan reaksi pasien.
Memenuhi kebutuhan Nutrisi:
Kriteria
1.
menyiapkan peralatan
dalam dressing car.
2.
menyeiapkan cairan
infus/makanan/darah.
3.
memberikan penjelasan
pada pasien.
4.
mencocokan jenis
cairan/darah/diet makanan
5.
mengatur posisi pasien.
6.
melakukan pemasangan
infus/darah/makana
Memenuhi kebutuhan Eliminasi
kriteria
1.
menyiapkan alat
pemberian hukmah/gliserin, dulkolac & peralatan pemasangan kateter
2.
memperhatikan suhu
cairan/ukuran kateter
3.
menutup dan memasang
selimut.
4.
mengobservasi keadaan
feses dan uerine.
5.
Mengobservasi rekasi
pasien.
|
Memenuhi kebutuihan aktivitas dan
Istirahat/tidur.
Kriteria
1.
melakukan latihan gerak
pada pasien tidak sadar.
2.
melakukan mobilisasi
pad pasien pasca operasi.
3.
mengatur posisi yg
nyama pada pasien.
4.
menjaga kebersihan
lingkungan.
5.
Mengopservasi reaksi pasien.
Memenuhi kebutuhan Intergritas kulit
(kebersihan dan kenyamanan fisik)
Kriteria
1.
memandikna pasien yang
tidak sadar/ kondisinya lemah.
2.
mengganti alat-alat
tenun sesuai kebutuhan/ kotor.
3.
Merapikan alat-alat
pasien.
Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologsi
Kriteria
1.
Mengopservasi
tanda-tanda vital sesuai kebutuhan.
2.
melakukan tes alergi
pada pemberian obat baru.
3.
mengobservasi reaksi
pasien.
|
STANDAR TINDAKAN
GANGGUAN KONSEP DIRI
|
|
Memenuhi kebutuhan emosional dan
spiritual.
Kriteria
1.
Melaksnakan Orientasi
pada pasien baru.
2.
memberikan penjelasan
tentang tibndakan yang kan dilakukan.
3.
memberikan penjelasan
dangan bahasa sederhana.
4.
memperhatikan setiap
keluhan pasien.
5.
memotivasi pasien untuk
berdoa.
6.
membantu pasien
beribadah.
7.
memperhatikan
pesan-pesan pasien.
|
|
STANDAR TINDAKAN PAD
GANGGUAN PERAN
|
|
1.
Menyakinkan kepada pasien
bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi keluarga dan
msayarakat.
2.
mendukung upaya
kegiatan atau kreativitas pasien.
3.
melibatkan pasien dalam
setiap kegiatan, terutama dalam pengobatan dirinya.
4.
Melibatkan pasien dalam
setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien.
5.
bersifat terbuka dan
komunikastif pada pasien.
6.
mengijinkan keluarga
untuk memberikan dukungan kepada
pasien
7.
perawat dan keluarga
selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan secara benar dalam
perawatan.
8.
Perawat dan keluarga
selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif dari klein.
|
|
STANDAR TINDAKAN PADA
GANGGUAN INTERDEPENSI
|
|
1.
membantu pasien
memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2.
membantu pasien
memenuhi kebutuhan eliminasi.
3.
membantu pasien memenuhi
kebutuhan kebesihan diri (mandi).
4.
membantu pasien untuk
berhias atau berdandan.
|
Proses keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi.
PerilakuTujuan dibandingkan dengan
respon-respon perilaku yang dihasilkan, dan bagaimana pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperaweatan didasarkan
pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat
memperbaiki tujuan dan intervensi setelah hasil evaluasi ditetapkan.
E. APLIKASI TEORI ADAPTASI
ROY
Selama lebih
dari 30 tahun Model Adaptasi Roy telah digunakan untuk memahami dan menuntun
praktik keperawatan dalam perawatan pasien. Para perawat menggunakan model ini
sebagai framework untuk mengkonseptualisasi dan merencanakan intervensi keperawatan
pada pasien atau menggunakan model ini untuk menciptakan intervensi untuk
pemisahan populasi klinik.
Roy Adaptation
Model telah diimplementasikan di NICU sebagai sebuah ideology untuk keperawatan
(Nyqvist dan sjoden, 1993 dalam Senesac 2007), pada perawatan bedah akut,
sebagai alat dokumentasi dalam proses keperawata , pada fasilitas rehabilitasi
untuk mengintegrasi basis professional perawatan pasien (Mastal, Hammond, dan
Roberts, 1982 dalam Senesac, 2007); pada dua unit rumah sakit umum sebagai konseptual
framework untuk menuntun praktik; memfasilitasi sistem integral keperawatan
pada bagian orthopedic, unit neurosurgical untuk mempertahankan lingkungan
praktik professional bagi pelatihan mahasiswa, meningkatkan otonomi
professional, membantu proses rekrutmen dan penguranan staf, dan untuk meningkatkan kejelasan peran pemberi layanan, dan menguatkan dan
mengefektifkan kolaborasi interdisiplin.
Peran perawat
yang diharapkan berdasarkan teori Roy. Perawat harus mampu meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi sehat atau sakit. Perawat dapat mengambil tindakan untuk
memanipulasi stimuli
fokal, kontextual
maupun residual stimuli dengan
melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi. Perawat harus mampu
bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi perubahan melalui penguatan
regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain. Pada situasi sehat, perawat
berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu mempertahankan kondisinya
sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui tindakan promotif
perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.
Pada situasi sakit, pasien
diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya perubahan lingkungan
baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami kecacatan
akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk
menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap
perubahan yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan
bukanlah keadaan yang mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara
maksimal, maka pasien dapat bertahan dengan melaksanakan fungsi perannya secara
optimal.
KASUS
Ibu L, 48 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung
bawah yang menjalar sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat
pada saat melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk.
Setelah dilakukan konsultasi dengan dokter A,
Ibu L dinyatakan mengalami herniasi diskus intervertebra (HNP), dan
dijadwalkan untuk dilakukan discectomi (operasi pemotongan bagian diskus yang
mengalami herniasi). Selanjutnya Ibu L diantar oleh suaminya dengan membawa
surat pengantar dari dokter A masuk rumah sakit untuk dilakukan
persiapan-persiapan termasuk pemeriksaan penunjang sebelum waktu operasi
ditetapkan. Hasil pengkajian didapatkan data TD 120/90 mmHg, nadi 92x/menit,
respirasi 24x/menit dan suhu 37,5˚C, pasien tampak gelisah.
Ibu L adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan
perlengkapan wanita disebuah toko miliknya. Ia mengaku memiliki banyak
pelanggan yang terbiasa melihatnya menjadi orang yang berbusana serasi dengan
koleksi jualannya. Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu L melakukan aktifitas 12 jam
perhari. Pola tidur 8 jam di waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah
raga yang biasa dlakukan adalah jalan pagi setiap hari Ahad. Setelah
persiapannya dianggap cukup, maka disepakati
akan dilakukan operasi pada tanggal 21 Maret 2011 jam 10.00 pagi. Hasil
kesepakan tersebut diperkuat surat persetujuan operasi yang di tanda tangani
oleh bpk A selaku suami Ibu L.
- Pengkajian.
1) Bio data:
v Nama : Ibu L
v Tempat lahir : Makassar
v Umur : 48
tahun.
v Agama : Islam.
v Suku :
Makassar.
v Pendidikan : SMA
v Pekerjaan : Wiraswasta.
v Alamat : Makassar
v Sumber Data :
Pasien dan Keluarga (suami)
v No medical record : 36 51 01.
v Masuk Rumah sakit : Tanggal 21 Maret 2011
2) Pengkajian Perilaku
a.
Pengkajian
Tahap Pertama
Pengkajian tahap
pertama adalah mengumpulkan data perilaku output Ibu L sebagai sistim adaptasi
dihubungkan dengan 4 mode adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, peran dan
interdependen.
Pengkajian tahap
pertama pada Ibu N didapatkan data :
Mode
fisiologis
S : Menyatakan gerakan- nya terbatas
O : Pasien nampak terbaring di tempat tidurnya
dan nampak ragu-ragu
untuk bergerak, serta tampak gelisah
Mode
Konsep diri
S : Menyatakan cemas akan terjadi perubahan
penampilan
O : Tampak gelisah
Mode
Fungsi peran
S : Menyatakan takut terjadi kecacatan
O : Rendah diri terhadap penampilanya
Mode
Interdependen
Tidak berdaya
b.
Pengkajian
Tahap Kedua
Setelah
mengidentifikasi respon tidak efektif dan respon adaptif selanjutnya melakukan
pengkajian tahap kedua yang meliputi fokal, kontekstual dan residual stimuli.
Pengkajian tahap
dua pada Ibu N didapatkan data :
1) Pengkajian
stimulus
a) Stimulus
fokal (etiologi)
b) Stimulus
konstekstual (presipitasi)
c) Stimulus
residual (predisposisi)
- Identifikasi
stimulus yang berpengaruh: Budaya, keluarga, fase perkembangan
- Istirahat
dan aktifitas
Tidur sering
terbangun dan keterbatasan beraktifitas
Kekurangan
istirahat tidur dapat menyebabkan kelelahan dan menghambat proses recovery
sedangkan keterbatasan aktifitas dapat menyebabkan ketergantungan ADL
- Rasa
nyeri dapat mengaktivasi RAS yang menghambat proses tidur sedangkan post
operasi discectomi membutuhkan sedikit pengaturan aktifitas
Self Konsep : Penurunan konsep diri body image takut
terjadi kecacatan
Phisical self : Rendah diri tehadap penampilannya
Personal self : Ketakutan terhadap gagalnya pengembalian
fungsi normal
dari kaki
Fungsi peran : Takut keberadaannya menjadi beban orang
lain
Peran primer : Kehilangan hoby bermain tenis setiap
minggu
Peran tersier : Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk
berobat
Interdependence :
·
Keterbatasan kebebasan di
rumah sakit
·
Kesepian, terbatasnya
interaksi dengan keluarga dan kolega
·
Adanya jadwal berkunjung
dari rumah sakit
- Diagnosa keperawatan
Sesuai
dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang dikembangkan oleh Roy melalui
tiga cara yaitu menggunakan tipologi berdasarkan adaptasi mode, mengobservasi
perilaku yang paling dipengaruhi oleh stimulus dan menyimpulkan dari perilaku
dari satu atau lebih adaptif mode dengan stimulus yang sama maka disusunlah
diagnosa sbb:
a. Gangguan
aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
b. Cemas
berhubungan dengan penurunan konsep diri body image dan harga diri
- Intervensi
Tanggal :
Problem aktual/resiko :
Gangguan
istirahat dan aktifitas berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
Hasil
yang diharapkan :
Ø Klien
dapat tidur 8 jam perhari tanpa gangguan
Ø Dengan
keterbatasan aktifitasnya klien dapat menggunakan kemampuan yang dimiliki
secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
Ø Kondisikan
lingkungan yang nyaman bagi klien-Lakukan mobilisasi sesuai dengan program
perawatan
Tindakan
keperawatan :
Ø Ajarkan
klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri
Ø Latih
klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan kemampuan
Tanggal :
Problem aktual/resiko :
Problem aktual/resiko :
Cemas dan ketakutan berhubungan dengan : penurunan
konsep diri body image dan harga diri
Hasil yang diharapkan :
Klien
mampu mengungkapkan cemas dan ketakutanya dan mau mendiskusikan untuk mencari
alternatif pemecahan
Tindakan keperawatan :
Ø Bina
hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk membantu
memecahkan permasalahan klien
Ø Kuatkan
koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
Ø Jelaskan
operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan perawatan
dengan benar
Ø Rencanakan
kehadiran keluarga untuk menemani klien
PEMBAHASAN
- Konsep Teori
Model
yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan RS pada
klien dengan penyakit akut maupun kronis, dari klien dengan permasalahan
fisiologis dan psikologis, sesuai dengan karakteristik teori oleh George (1995)
bahwa teori harus dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah klien dari yang
sederhana sampai yang komplek. Pada intervensi, model adaptasi Roy dapat
menghindarkan terjadinya duplikasi pembuatan perencanaan tindakan dan lebih
terarah karena penetapan masalah berdasarkan berbagai respon yang sama walaupun
berasal dari berbagai sistim mode.
- Aplikasi teori
Pendekatan
adaptasi model dirasa lebih sesuai atau lebih mudah dikerjakan pada klien
dengan gangguan medikal bedah seperti discectomi dan pasca pembedahan karena
observasi terhadap respon klien baik yang adaptif maupun yang tidak efektif
dapat dilakukan dengan lebih teliti dan dalam waktu yang cukup. Aplikasi model
asuhan pada contoh kasus agak sulit untuk dilakukan karena selama ini kurangnya
pengalaman dalam aplikasi model asuhan dari Roy, akan tetapi setelah mencoba
untuk mengaplikasikan pada contoh kasus sangat membantu untuk merumuskan
diagnosa dan intervensi, pada perumusan diagnosa kita dapat melakukan dengan
berbagai macam pendekatan. Hal ini karena Roy menawarkan berbagai alternatif
yang memudahkan sesuai kasus. Pada intervensi dapat dihindarkan terjadinya
duplikasi rencana tindakan karena rencana tindakan dapat dipadukan dari
berbagai sumber pengkajian yang sangat lengkap sehingga rencana dapat dibuat
ringkas, terarah dan menjangkau cakupan yang luas dari permasalahan klien.
SKENARIO
Kepala Ruangan : Indriyani (Ns.Indri)
Perawat : St. Khaeruni (Ns.Uni), Fatimah (Ns.Ima)
Dokter : Arsad Suni (Dr. A)
Pasien : Nurlina (Ibu L)
Keluarga Pasien : Adam (Bpk. A)
Narator : Mardia (Ns.Mar)
Narator : Ibu L, 48
tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah yang menjalar
sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat pada saat melakukan
kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk. Setelah dilakukan
konsultasi dengan dokter A, Ibu L
dinyatakan mengalami herniasi diskus intervertebra (HNP), dan dijadwalkan untuk
dilakukan discectomi (operasi pemotongan bagian diskus yang mengalami
herniasi).
Selanjutnya Ibu L diantar oleh suaminya
dengan membawa surat pengantar dari dokter A masuk rumah sakit untuk dilakukan
persiapan-persiapan termasuk pemeriksaan penunjang sebelum waktu operasi
ditetapkan. Hasil pengkajian Ns. Ima didapatkan data TD 120/90 mmHg, nadi
92x/menit, respirasi 24x/menit dan suhu 37,5˚C, pasien tampak gelisah.
Ibu L adalah wanita yang memiliki usaha
menjual baju dan perlengkapan wanita disebuah toko miliknya. Ia mengaku
memiliki banyak pelanggan yang terbiasa melihatnya menjadi orang yang berbusana
serasi dengan koleksi jualannya. Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu L melakukan
aktifitas 12 jam perhari. Pola tidur 8 jam di waktu malam dan 1-1,5 jam di
waktu siang. Olah raga yang biasa dlakukan adalah jalan pagi setiap hari Ahad.
Setelah persiapannya dianggap cukup, maka
disepakati akan dilakukan operasi pada tanggal 21 Maret 2011 jam 10.00 pagi.
Hasil kesepakan tersebut diperkuat surat persetujuan operasi yang di tanda
tangani oleh bpk A selaku suami Ibu L.
Pada hari ke tiga pasca operasi Ns. Ima
perawat shift malam melakukan evaluasi
pasien Ibu L (jam 06.00), dimana pasien terbaring di tempat tidurnya dan nampak
ragu-ragu untuk bergerak, serta ekspresi tampak gelisah. Bpk A juga tampak
murung dan hanya diam sambil menopang dagunya. Melihat kondisi demikian, Ns.
Ima berusaha mengeksplorasi perasaan Ibu L dan
suaminya. Dari hasil evaluasi tersebut Ns. Ima mendapatkan data berupa
keluhan sebagai berikut :
Ø Ibu L mengatakan pernah mendapat informasi kalau
penyakitnya itu bisa menyebabkan kelumpuhan, atau membuatnya tidak bisa
beraktivitas seperti biasanya.
Ø Ibu L
menyatakan takut bergerak.
Ø Bapak A menanyakan apakah istrinya bisa sembuh dan tidak akan cacat?
Dari data-data tersebut diatas, maka oleh Ns.
Ima menetapkan masalah keperawatannya adalah “Cemas”. Selanjutnya
jam 07.30 proses timbang terima antara Ns. Ima dan Ns. Uni bersama kepala
ruangannya Ns. Indri. Pada timbang terima tersebut Ns. Ima menyampaikan masalah
pasien Ibu L dan keluarganya. Ns. Indri menginstruksikan kepada Ns. Uni untuk
menindaklanjuti masalah keperawatan Ibu L. Setelah timbang terima selesai, Ns.
Ima dan Ns. Uni ke kamar Ibu L. Sementara itu Ns. Indri berkolaborasi dengan
dokter mengenai pasien-pasien di ruangan tersebut.
Narator : Dari cerita
kasus diatas, kelompok menarik kesimpulan bahwa, dengan masalah keperawatan
yang ditetapkan oleh Ns. Ima tersebut tepat, dan bila tidak ditangani dengan
baik akan berdampak pada respons “maladaptive”
pada pasien dan keluarganya. Dengan demikian, tugas Ns.Uni adalah membantu
terciptanya respons adaptif pada pasien dan keluarganya dengan menggunakan
pendekatan Komunikasi Terapeutik. Untuk itu, mari kita saksikan pertunjukkan
kelompok satu dalam “Role Play” berikut ini.
Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1.
Topik : Tiga hari pasca pembedahan, di
ruang perawatan dengan masalah “Cemas”
2.
Proses Keperawatan
1)
Kondisi
Klien
Data Subjektif :
Ø
Ibu L mengatakan pernah
mendapat informasi kalau penyakitnya itu bisa menyebabkan kelumpuhan, atau
membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti biasanya
Ø
Bapak A menanyakan apakah
istrinya bisa sembuh dan tidak akan cacat?
Ø
Ibu L menyatakan gerakannya terbatas dan takut
bergerak
Ø
Ibu menyatakan cemas akan terjadi perubahan
penampilan
Ø
Bpk A menyatakan takut terjadi kecacatan pada
istrinya
Data Objektif :
Ø
Pasien nampak terbaring di
tempat tidurnya dan nampak ragu-ragu untuk bergerak, serta tampak gelisah
Ø
Bpk A juga tampak murung dan
hanya diam sambil menopang dagunya
2)
Masalah Keperawatan
Cemas
berhubungan dengan penurunan konsep body image
3)
Tujuan
Pasien
dan keluarga mampu mengungkapkan perasaan cemas, serta mau mendiskusikan untuk
mencari alternatif pemecahan masalah
4)
Tindakan keperawatan :
Ø Bina
hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk membantu
memecahkan permasalahan klien
Ø Kuatkan
koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
Ø Jelaskan
operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan perawatan
dengan benar
3.
Strategi Pelaksanaan
1) Fase
Orientasi
a. Salam
Terapeutik
P : “Assalamualaikum Bu Lina, saya Ns. Uni,
temannya Ns. Ima, pagi ini saya yang akan merawat bu Lina”
K : Oh… iya, dengan senang hati kalau suster mau
merawat saya”
b. Evaluasi
/ Validasi
P : “Bagaimana perasaan bu Lina
hari ini?”
K : ”Alhamdulillah
suster, sakitnya sudah berkurang, tapi..saya takut
bergerak” (dengan raut muka cemas)
c. Kontrak
P : “Katanya
bu Lina dan suami ibu sering merasa cemas dan takut dengan
proses
penyembuhan penyakit ibu, bagaimana kalau kita diskusi/bercerita
tentang hal ini”
K
: “Baiklah
kalau begitu, iya saya juga mau suster” (sahut suami pasien)
P
: “Kira-kira
dalam waktu 15 menit, kita berdiskusi masalah ini? bagaimana
menurut
bu Lina?”
K
: “Iya
.., biar lebih sedikit waktunya juga saya setuju”
P
:
“Kita diskusi di sini di tempat
tidur bu Lina saja ya, sambil ibu istirahat”
K
: “Iya
suster, karena saya masih takut kalau bangun duduk”
2) Fase
Kerja
P : “Bu,
kira-kira apa yang membuat ibu takut dengan kondisi saat ini?”
K
: “Suster,
kata orang penyakit saya ini bisa bikin lumpuh, saya takut kalau
nanti
saya tidak bisa berjalan normal lagi, terus takut bergerak. Sambung
Bpk
A “ betul tidak cacat suster?, saya juga
takut kalau itu terjadi”
P
: ”Oh itu masalahnya, ”Ibu tidak
usah takut bergerak karena bergerak akan
membantu
proses penyembuhan Ibu, yang penting tidak terlalu aktif, tidak apa- apa, Ibu bisa bangun dan jalan ke kamar
mandi, dan Insya Allah sembuh”
K : ”Oh iya, begitu suster..tapi
bagaimana dengan jahitan luka operasi saya, nanti
tidak terlepas suster?”
P : ”Oh, Insya Allah tidak
bu..Justru kalau Ibu tidak mau bergerak nanti kaku,
selain
itu berbaring lama bikin aliran darahnya tidak lancar, sehingga lama sembuhnya”
K :
”Terima kasih Suster, saya sudah mengerti
sekarang. Tapi suster, saya juga susah tidur”, iya suster kadang menjelang
subuh baru tertidur istri saya (kata Bpk A)
P : ”Kenapa Bu?” ada yang
mengganjal pikiran ibu, coba kemukakan, mungkin
saya
bisa membantunya”
K : ”Itu tadi masalahnya
suster, saya kepikiran karena takut nanti saya tidak bisa berjalan
normal lagi (timpang) suster, saya juga
takut begitu suster” (tambah suaminya)
P : ”Insya Allah Ibu bisa berjalan
dan beraktifitas seperti biasa, tentu ibu harus
yakin,
bersyukur dan selalu berdoa, karena
dokter berhasil melakukan
”Operasi”
Ibu, jadi ibu tidak usah khawatir, bapak
juga, yach...!
K : Alhamdulillah
kalau begitu, sekarang hati saya sudah terasa lega (sambil saling menatap dan
senyum gembira ibu Lina dan suaminya).
3) Fase
Terminasi
P : Bagaimana perasaan bu Lina dan bpk A, setelah bincang-bincang dengan
kami
K : Alhamdulillah, saya sudah
mengerti, merasa senang, perasaan takut dan cemas saya juga sudah hilang. Saya
juga demikian suster (kata suami pasien)
P : Baiklah,
kalau begitu sekarang ibu Lina istirahat dulu, nanti kalau ada yang
belum
jelas, ibu dan bapak bisa tanya lagi, selanjutnya kami berharap ibu Lina dapat
menerima perubahan status kesehatan yang terjadi saat ini.
Dokter :
Iya benar
kata Ns. Uni, penyakit ibu memang terjadi di tulang belakang tepatnya di tulang
belakang bagian bawah (L ke 3-4), tapi Alhamdulillah kami telah berhasil
mengoperasinya, insya Allah ibu dapat sembuh dan beraktivitas seperti biasanya.
Jadi ibu dan bapak sekarang banyak berdoa yach...!
K : ”Terima kasih suster.. terima
kasih dokter.., (ucapan bersamaan pasien& suami).
Narator : Dokter A dan
Ns. Uni meninggalkan Ibu L dan Bpk A.
Demikianlah tadi ”Role Play”
dari kelompok satu, yang menggambarkan
penerapan Grand Teori Callista Roy pada kasus pasien pasca operasi dengan HNP,
semoga bermanfaat. Saran, masukan dan kritikan sangat kami harapkan demi
perbaikan kita bersama, ......... Wassalam.....................
DAFTAR PUSTAKA
George. (1995). Nursing
Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth Edition. USA :
Appleton & Lange.
Mariner, A.(1998). Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia:
Lippincott: Raven Publisher
Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford
Square London, William Heinemann Medical Books
Tomey and Alligood M.R (2006).
Nursing theoriest, utilization and application. Mosby : Elsevier.
Tomey
Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6
Ed. USA : Mosby Inc.
Comments
Post a Comment