Skip to main content

grand teori keperawatan, adaftasi model dalam keperawatan


GRAND TEORI KEPERAWATAN ADAPTASI MODEL

 Sister Callista Roy




A.    PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya, dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory sebagai yang lebih konkrit. Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand Theory yang menegaskan fokus global dengan board perspective dari praktik keperawatan dan pandangan keperawatan yang berbeda terhadap sebuah fenomena keperawatan.
Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan. Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin keperawatan dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis dan respon manusia dalam keadaan sehat dan sakit, serta berfokus kepada respons mereka terhadap suatu situasi. Filosofi belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan, sehingga perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit (less abstrac) yang dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk paradigma keperawatan. Contohnya: Nightingale dalam mendefinisikan “Modern Nursing”.
Sedangkan Grand theory keperawatan (Alligood, 2002), menyatakan teori pada level ini lebih fokus dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan praktisi keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien, kondisi keluarga, kondisi kesehatan, dan peran perawat. Pandangan lain oleh Fawcett (1995) dalam Sell dan Kalofissudis (2004) mendefinisikan grand theory sebagai teori yang memiliki cakupan yang luas, kurang abstrak dibanding model konseptual tetapi tersusun atas konsep-konsep umum yang relatif abstrak dan hubungannya tidak dapat di uji secara empiris. Contohnya yaitu “Teori Roy (manusia sebagai sistem yang adaptif) berasal dari Roy Adaptation Mode”.
The Roy’s Adaptation Model”, menjelaskan  4 (empat) elemen essensial dalam model adaptasi keperawatan yaitu: Manusia, lingkungan, Kesehatan dan Keperawatan. (Roys menjelaskan bahwa manusia memiliki sistem adaptasi terhadap berbagai stimulus atau stressor yang masuk. Mekanisme koping merupakan proses penterjemahan stimulus dengan dua sub system yaitu sub system kognator dan sub system regulator. Hasil dari proses adaptasi akan menghasilkan respon adaptive atau maladaptive. Secara spesifik Roys menyebutkan dengan istilah Manusia sebagai system Adaptive. Asuhan keperawatan dengan penerapan teori Roy melalui metode Prosses Keperawatan merupakan masalah yang menarik untuk dipelajari. Makalah ini akan menjelaskan Aplikasi The Roys Adaptation Model dalam pelayanan asuhan keperawatan dengan metode Proses Keperawatan.

2.      Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1)      Memahami secara mendalam tinjauan teoritis model konsep keperawatan menurut Roy ( The Roy’s Adaptation Model)
2)      Mamahami Aplikasi Teori Roy dalam penerapan Proses Keperawatan.
3)      Mengidentifikasi penerapan teori Roys pada pelayanan Asuhan Keperawatan.
4)      Menyusun rencana perawatan teori Roy.

B.     PANDANGAN TIGA AHLI KEPERAWATAN
Pandangan 3 (tiga) ahli keperawatan tentang penerapan Grand Theory Keperawatan pada tatanan nyata :
1.        Levine
Keperawatan adalah bagian budaya yang direfleksikan dengan ide-ide dan nilai-nilai, dimana perawat memandang manusia itu sama, merupakan suatu rangkaian disiplin dalam menguasai organisasi atau kumpulan yang dimiliki individu dalam menjalin hubungan manusia sekitarnya.Intisari dari keperawatan adalah manusia.
Asumsinya sebagai berikut:
a.    Kondisi Pasien memasuki system  pelayanan kesehatan dalam bagian penyakit atau perubahan kesehatan.
b.   Responsibilitas tanggung jawab. Perawat bertanggung jawab dalam mengenal respon (perubahan tingkah laku atau tingkat fungsi tubuh ) sebagai adaptasi pasien atau usaha untuk beradaptasi terhadap lingkungan.
Levine berfokus pada satu orang pasien, implikasi utama dalam pengaturan perawatan akut, dimana intervensi dapat bersifat mendorong atau terapeutik.


2.        Betty Neuman
Systems Model merupakan pendekatan sistem pada asuhan keperawatan pasien yang dinamis dan terbuka, difokuskan pada definisi masalah keperawatan dan pemahaman pada interaksi pasien dengan lingkungan. Pasien sebagai sistem adalah individu, keluarga, grup, komunitas, atau isu. Penekanan pada penurunan stres dengan memperkuat garis-garis pertahanan fleksibel, normal, maupun resisten, dengan intervensi diarahkan pada ketiga garis pertahanan tersebut yang terkait dengan 3 level prevensi : primer, sekunder, tersier.

3.        Dorothy Orem
Self Care menurut Orem’s adalah suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit (Orem’s 1980). Pada dasarnya diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai kebutuhan- kebutuhan self care dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu. Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan kesejahteraan, teori ini dikenal dengan teori self care (perawatan diri).

C.    TINJAUAN TEORITIS The Roy Adaptation Model

 

1.      Manusia Sebagai System Adaptive.
Sistem, adalah suatu set dari beberapa bagian yang berhubungan dengan keseluruhan fungsi untuk beberapa tujuan dan demikian juga keterkaitan dari beberapa bagiannya. Dengan kata lain bahwa untuk memeliki keseluruhan bagian-bagian yang saling berhubungan, sistem juga memiliki input, out put, dan control, serta proses feedback.
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistim yang dapat menyesuaikan diri (adaptive system ). Sebagai sistim yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat digambarkan  secara holistik (bio, psicho, Sosial) sebagai satu kesatuan yang mempunyai Inputs (masukan), Control dan Feedback Processes dan Output (keluaran/hasil). Proses kontrol adalah Mekanisme Koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri. Lebih spesifik manusia didefinisikan sebagai sebuah sistim yang dapat menyesuaikan diri dengan activifitas kognator dan Regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara penyesuaian yaitu : Fungsi Fisiologis, Konsep diri, Fungsi peran, dan Interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan menurut Roy manusia dijelaskan sebagai suatu sistim yang hidup, terbuka dapat menyesuaikan diri dari perubahan suatu unsur, zat, materi yang ada dilingkungan. Sebagai sistim yang dapat menyesuikan diri manusia dapat digambarkan dalam karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit unit fungsionil atau beberapa unit fungsionil yang mempunyai tujuan yang sama. Sebagai suatu sistim manusia dapat juga dijelaskan dalam istilah Input, Control, Proses Feedback,  dan Output.

1)      Input (Stimulus)
Pada manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri:  yaitu dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri (Faz Patrick & Wall; 1989). Input atau stimulus yang masuk, dimana feedbacknya dapat berlawanan atau responnya yang berubah ubah dari suatu stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa manusia mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda dan sesuai dari besarnya stimulus yang dapat ditoleransi oleh manusia.

2)      Mekanisme Koping.
Adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (stuart, sundeen; 1995). Manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme koping, yang dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Mekanisme koping bawaan dan dipelajari.  
Mekanisme koping bawaan, ditentukan oleh sifat genetic yang dimiliki, umumnya dipandang sebagai proses yang terjadi secara otomatis tanpa dipikirkan sebelumnya oleh manusia. Sedangkan mekanisme koping yang dipelajari, dikembangkan melalui strategi seperti melaui pembelajaran atau pengalaman-pengalaman yang ditemui selama menjalani kehidupan berkontribusi terhadap respon yang biasanya dipergunakan terhadap stimulus yang dihadapi.
Respon adaptif, adalah keseluruhan yang meningkatkan itegritas dalam batasan yang sesuai dengan tujuan “human system”.
Respon maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan kontribusi yang sesuai dengan tujuan “human system.
Dua Mekanisme Coping yang telah diidentifikasikan yaitu: Susbsistim Regulator dan Susbsistim Kognator.   Regulator dan Kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat effektor atau cara penyesuaian diri yaitu: Fungsi Phisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan Interdependensi. (Baca Poin 1.4: Sistem Regulator dan Kognator)

3)      Output
Faz Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistim adaptive adalah espon adaptive (dapat menyesuaikan diri) dan respon maldaptive (tidak dapat menyesuaikan diri). Respon-respon yang adaptive itu mempertahankan atau meningkatkan intergritas, sedangkan respon maladaptive dapat mengganggu integritas. Melalui proses feedback, respon-respon itu selanjutnya akan menjadi Input (masukan) kembali pada manusia sebagai suatu sistim.
Perilaku adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak efektif berdampak terhadap respon sakit (maladaptife). Jika pasien masuk pada zona maladaptive maka pasien mempunyai masalah keperawatan adaptasi (Nursalam; 2003).

4)      Subsistem Regulator dan Kognator
Adalah mekanisme penyesuaian atau Koping yang berhubungan dengan perubahan lingkungan, diperlihatkan melalui perubahan Biologis, Psikhologis dan social. Subsistim Regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistim saraf, kimia tubuh, dan organ endokrin. Subsistim regulator merupakan mekanisme kerja utama yang berespon dan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan. Subsistim Kognator  adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnnya persepsi, proses informasi, pembelajaran, membuat alasan dan emosional.
Dapat dijelaskan bahwa Semua input stimulus yang masuk diproses oleh subsistim Regulator dan Cognator. Respon-respon susbsistem tersebut semua diperlihatkan pada empat perubahan yang ada pada manusia sebagai sistim adaptive yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan Interdependensi (Kozier, Erb, Blais, Wilkinson;1995).
Berikut ini pengertian empat perubahan dan contohnya:
a.       Perubahan Fungsi Fisiologis
Adanya perubahan fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan.
Contoh : Keseimbangan cairan dan elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar adrenal bagian korteks mensekresikan kortisol atau glukokortikoid, bagian medulla mengeluarkan epenefrin dan non epinefrin), sirkulasi dan oksigen.

b.      Perubahan konsep diri
Adalah keyakinan perasaan akan diri sendiri yang mencakup persepsi, perilaku dan respon. Adanya perubahan fisik akan mempengaruhi pandangan dan persepsi terhadap dirinya.
Contoh : Gangguan Citra diri, harga diri rendah.

c.       Perubahan fungsi peran
Ketidakseimbangan akan mempengaruhi fungsi dan peran seseorang.
Contoh : peran yang berbeda, konflik peran, kegagalan peran.

d.      Perubahan Interdependensi
Ketidakmampuan seseorang untuk mengintergrasikan masing-masing komponen menjadi satu kesatuan yang utuh.
Contoh :  kecemasan berpisah.

Cara penyesuaian diri diatas ditentukan dengan menganalisa dan mengkatagorikan perilaku manusia, dimana perilaku tersebut merupakan hasil dari aktivitas Kognator dan Regulator yang diobservasi.
Kebutuhan dasar untuk intergritas yang mencakup : Intergritas Fisik, Psikhologis dan Sosial. Proses persepsi ditemukan baik dalam subsistim regulator maupun dalam subsistem kognator dan digambarkan sebagai proses yang menghubungkan dua subsistem tersebut. Input-input untuk regulator diubah menjadi persepsi. Persepsi adalah proses dari kognator dan respon-respon yang mengikuti sebuah persepsi adalah Feedback baik untuk kognator maupun Regulator. Secara keseluruhan konsep manusia sebagai sistim Adaptive dapat digambarkan dengan skema pada Gambar 1 dibawah ini.
 
Gambar 1:  Skema Manusia Sebagai Sistem Adaptive


 

















Sumber : Tomey and Alligood.  2006. Nursing theoriest, utilization and application.   Mosby : Elsevier.

2.      Stimulus.
Roy menjelaskan bahwa Lingkungan digambarkan sebagai stimulus (stressor) lingkungan sebagai stimulus terdiri dari dunia dalam (internal) dan diluar (external) manusia.(Faz Patrick & Wall,1989).   “Stimuluis Internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian dan Proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Stimulus External dapat berupa fisik, kimiawi, maupun psikologis yang diterima individu sebagai ancaman”(dikutip oleh Nursalam;2003).

3.      Tingkat Adaptasi
Tingkat adaptasi merupakan kondisi dari proses hidup yang tergambar dalam 3 (tiga kategori), yaitu 1) integrasi, 2) kompensasi, dan 3) kompromi. Tingkat adaptasi seseorang adalah perubahan yang konstan yang terbentuk dari stimulus. Stimulus  merupakan masukan ( Input ) bagi manusia sebagai sistem yang adaptif. Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis stimulus, antara lain: 1) stimulus fokal, 2) stimulus kontektual, dan 3) stimulus residual.
1)      Stimulus Fokal
yaitu stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan keadaan sakit dan ketidakseimbangan yang dialami saat ini. Contoh : kuman penyebab terjadinya infeksi
2)      Stimulus Kontektual.
yaitu stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi) seperti keadaan tidak sehat. Keadaan ini tidak terlihat langsung pada saat ini, misalnya penurunan daya tahan tubuh, lingkungan yang tidak sehat.
3)      Stimulus Residual
yaitu sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat mempengaruhi terjadinya keadaan tidak sehat, atau disebut dengan Faktor Predisposisi, sehingga terjadi kondisi Fokal, misalnya ; persepsi pasien tentang penyakit, gaya hidup, dan fungsi peran.

4.      Sehat-Sakit (Adaptive dan Maladaptif)
Kesehatan dipandang  sebagai keadaan dan proses menjadi manusia  secara utuh dan integrasi  secara keseluruhan . Integritas  atau keutuhan manusia  meyatakan secara tidak langsung  bahwa kesehatan  atau kondisi  tidak terganggu  mengacu  kelengkapan  atau kesatuan  dan kemungkinan tertinggi  dari pemenuhan   potensi manusia. Jadi intergrasi  adalah sehat  sebaliknya  kondisi tidak ada integrasi adalah kurang sehat. Definisi kesehatan ini  lebih dari tidak adanya sakit  tapi termasuk  penekanan  pada kondisi baik. Dalam model adaptasi  keperawatan   konsep sehat dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi  yang tidak memerlukan energi  dari koping  yang tidak efektif  dan memungkinkan  manusia berespon  terhadap stimulus yang lain. Mengurangi dan tidak menggunakan energi  ini dapat  meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi kesehatan, ini adalah pembebasan energi  yang dihubungkan  dengan konsep adaptasi dan kesehatan. Adaptasi adalah  komponen pusat  dalam model adaptasi  keperawatan didalamnya menggambarkan  manusia sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri . Adaptasi  dipertimbangkan  baik proses  koping  terhadap stressor  dan produk akhir dari koping. Proses  adaptasi termasuk fungsi  holistik  untuk mempengaruhi kesehatan  secara positif  dan itu meningkatkan integritas. Proses  adaptasi  termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dan dua bagian proses. Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam lingkungan internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon.  Perubahan-perubahan itu adalah stressor-strassor atau stimulus focal dan ditengahi oleh faktor-faktor kontekstual dan residual. Bagian bagian stressor menghasilkan interaksi  yang biasanya  disebut stress, bagian kedua dari stress adalah nekanisme koping yang merangsang menghasilkan respon adaftif atau inefektif . Produk adaptasi  adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah  kondisi yang meningkatkan  tujuan-tujuan manusia yang meliputi: kelangsungan hidup, pertumbuhan dan pengeuasaan yang disebut Intergritas. Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan  dinamik yang meliputi peningkatan dan penurunan respon respon. Setiap kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga keseimbangan dinamik dari manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi.
Lingkup yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan suksesnya manusia sebagai adaptive sistem. Jadi peningkatan adaptasi mengarah pada tingkat-tingkat yeng lebih tinggi pada keadaan baik atau sehat. Adaptasi kemudian disebut adalah suatu fungsi dari stimulus yang masuk dan tingkatan adaptasi lebih spesifik, fungsi yang lebih tinggi antara stimulus fokal dan sistim adaptasi.

5.      Keperawatan.
Roy menggambarkan  keperwatan sebagai disiplin ilmu dan praktek . Sebagai  ilmu,   keperawatan   “mengobservasi,mengklasifikasi dan menghubungkan  “ proses yang secara positif   berpengaruh  pada status kesehatan  (1983) Sebagai  disiplin  praktek keperawatan  menggunakan  pendekatan pengetahuan secara ilmiah  untuk menyediakan pelayanan  pada orang-orang (1983) Lebih spesifik  dia mendefinisikan  keperawatan sebagai ilmu  dan praktek  dari peningkatan adaptasi  untuk tujuan  mempengaruhi kesehatan secara positif. Keperawatan meningkatkan adaptasi  individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan  dengan kesehatan. Jadi model  adaptasi  keperawatan  menggambarkan  lebih spesifik  perkembangan ilmu keperawatan  dan praktek keperawatan  yang berdasarkan ilmu keperawatan tersebut. Dalam model tersebut  keperawatan terdiri dari tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan. 
Keperawatan adalah sepanjang menyangkut seluruh  kehidupan manusia yang  berinteraksi  dengan perubahan lingkungan  dan jawaban  terhadap stimulus internal dan eksternal  yang mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor  yang tidak biasa  (focal stimulus) atau koping mekanisme yang lemah membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping yang  tidak efektif  manusia memerlukan seorang perawat. Ini tidak harus, bagaimanapun diinterpretasi  untuk memberi arti bahwa  aktivitas  tidak hanya  diberikan  ketika manusia  itu sakit . Roy menyetujui pendekatan  holistic keperawatan  dilihat  sebagai proses  untuk mempertahankan  keadaan baik  dan tingkat fungsi yang tinggi  . Keperawatan terdiri dari dua yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan . Tujuan keperawatan adalah  mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungan.  Jadi peningkatan  adaptasi  dalam tiap  4 cara menyesuaikan diri : yaitu fungsi fisiologi, konsep diri , fungsi peran dan  interdependensi. Harapan terhadap peningkatan integritas adaptasi dan berkontribusi terhadap kesehatan manusia, kualitas hidup dan kematian yang bermanfaat. Tujuan keperawatan diraih  ketika stimulus fokal berada didalam suatu area tingkatan adapatasi manusia, dan ketika stimulus fokal tersebut tidak ada dalam area , manusia dapat membuat suatu penyesuaian diri atau respon efektif . Adaptasi tidak memerlukan  energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu untuk merespon  stimulus yang lain . Kondisi tersebut  dapat mencapai peningkatan penyembuhan  dan kesehatan . Jadi , peranan penting adaptasi  sangat ditekankan pada konsep ini. Tujuan dari  adaptasi adalah  membantu perkembangan aktivitas keperawatan,  yang digunakan  pada proses  keperawatan meliputi  pengkajian,diagnosa keperawatan, intervensi,dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan ditetapkan “ data apa yang dikumpulkan,bagaimana mengindentifikasi masalah dan tujuan utama, pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana mengevaluasi efektifitas   proses keperawatan. Unit unit analisis dari  pengkajian keperawatan adalah  interaksi manusia dengan lingkungan . Proses pengkajian termasuk dalam dua tingkat pengkajian . Tingkat pertama mengumpulkan data  tentang perilaku manusia, dalam tiap empat cara penyesuaian diri . Data-data tersebut  dikumpulkan dari hasil observasi penilaian respon  dan  komunikasi dengan individu. Dari data tersebut   perawat membuat alas an sementara  tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan diri atau tidak efektif. Tingkat kedua  pengkajian  adalah  mengumpulkan  data  tentang focal, kontekstual, dan residual  stimuli. Sebelum tingkat pengkajian ini  perawat  mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian tingkat pertama. Keterlibatan ini penting  untuk menetapkan  factor-faktor  utama  yang mempengaruhi perilaku. Intervensi keperawatan dibawa dalam  konteks proses keperawatan  dan meliputi  pengelolaan atau manipulasi stimulus focal,kontekstual dan residual. Manipulasi  atau pengaturan  stimulus  ( baik internal dan eksternal) bisa termasuk didalam penghilangan, peningkatan, pengurangan , pemeliharaan atau merubah stimulus. Melalui pengelolaan  factor-faktor stimulus , pencetus tidak efektifnya perilaku  diubah atau  meningkatkan kemampuan individu untuk mengatasi masalah. Itu adalah memperlebar penyesuaian diri. Jadi stimulus akan  jatuh ke area yang   dibangun oleh tingkat penyesuaian diri manusia dan perilaku adaptif  akan terjadi . Intervensi keperawatan berikutnya , mengevaluasi hasil akhir perilaku  dan memodifikasi pendekatan-pendekatan  keperawatan  sesuai kebutuhan  Ini harus dicatat  bahwa dalam model  manusia dihormati sebagai individu yang berpartisipasi aktif  dalam  perawatan dirinya. Tujuan disusun berdasarkan tujuan  yang saling menguntungkan.
Menurut Roy, kapan Keperawatan itu dibutuhkan?. Jawabannya adalah: Manusia sebagai Sistem Adaptive (dapat menyesuaikan diri), sakit atau memilki potensi sakit. Biasanya ketika mengalami stress atau kelemahan/kekurangan mekanisme Coping, biasanya manusia berusaha untuk menanggulangi yang tidak efektif. Menusia berusaha meminimalkan kondisi yang tidak efektif yang memelihara yang adaptive. Dengan peningkatan adaptasi menusia terbebas dari pemakaian energi dan enegi tersebut dapat digunakan untuk stimulus yang lain.

6.      Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan.
Adaptasi adalah konsep sentral dan konsep yang menyatukan  konsep-konsep lain dalam model ini. Penerima pelayanan keperawatan adalah manusia sebagai adaptif sistem yang menerima stimulus  dari lingkungan internal dan eksternal. Stimulus-stimulus ini mungkin berada dalam area atau di luar area adaptasi manusia  dan subsistem regulator  dan kognator digunakan untuk mempertahankan adaptasi dengan memperhatikan 4 cara penyesuaian diri. Saat stimulus jatuh dalam  area adaptasi manusia, respon adaptif akan terjadi  dan energi dibebaskan untuk berespon terhadap stimulus lain. Dalam hal ini meningkatkan integritas atau kesehatan. Keperawatan mendorong adaptasi melalui penggunaan proses keperawatan dengan tujuan meningkatkan kesehatan. Hubungan antar komponen dasar  dari model adaptasi keperawatan digambarkan  berikut ini:
 



                                                                       Menggunakan proses Keperawatan
                                                                                     untuk meningkatkan
Manusia
 
Output
 
Adaptasi
 
Integriatas
 
Kesehatan
 
 

 
Input
 
Respon
inefektif
 
 


                       Interaksi

 



Gambar 5: Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan. (sumber: Craven, Ruth F, (2000). Fundamentals of Nursing: Human Health and Function, 3rd ed, DLMN/DLC.


D.    MENGIDENTIFIKASI PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN PENDEKATAN  TEORY MODEL ADAPTASI ROY

Teori Model adaptasi Roy menuntun perawat mengaplikasikan Proses keperawatan. Element Proses keperawatan menurut Roy meliputi: Pengkajian Perilaku, Pengkajian stimulus, Diagnosa keperawatan Rumusan Tujuan, Intervensi dan Evaluasi.
1.      Pengkajian Perilaku
Pengkajian perilaku (Behavior Assessment) merupakan tuntunan bagi perawat untuk mengatahui respon pada manusia sebagai sistim adaptive. Data spesifik dikumpulkan oleh perawat melalui proses Observasi, pemeriksaan dan keahlian wawancara. “Faktor yang yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic, jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi social, mekanisme koping dan gaya hidup, stress fifik dan emosi, budaya, lingkungan fisik” (Martinez yang dikutip oleh Nursalam, 2003)
1)      Pengakajian Fisiologis.
Ada 9 (Sembilan) perilaku Respon Fisiologis yang menjadi perhatian pengkajian perawat yaitu;
a.       Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.
b.      Nutrsisi: menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki kondidi tubuh dan perkembangan.
c.       Eliminasi: menggambarkan Pola eliminasi.
d.      Aktivitas dan istirahat: mengambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.
e.       Intergritas kulit: mengambarkan pola fisiologis kulit.
f.       Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensoris perceptual berhubungan dengan panca indra.
g.      Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit.
h.       Fungsi Neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan intelektual.
i.        Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respon nstress dan system reproduksi.
2)      Pengkajian Konsep diri.
Pengkajian Konsep diri: menggambarkan atau menidentifikasi tentang pola nilai, kepercayaan emosi yang berhubungan dengan Ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada keadaa diri sendiri tentang fisik, individual dan moral-etik.
3)      Pengkajian Fungsi Peran.
Pengkajian Fungsi peran (sosial): menggambarkan atau mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda.
4)      Pengkajian Interdpendensi.
Pengkajian Interdependensi: menggambarkan atau Mengidentifikasi pola nilai menusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interoersonal terhadap individu maupun kelompok.

Pengkajian pasien dari tiap empat model adaptive dilaksanakan dengan pendekatan sistimatis dan holistic. Pengkajian itu diklarifikasikan, difocuskan oleh perawat atau Team keperawatan sebagai data dasar untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Secara ideal keseluruhan  data pasien tersebut saling berhubungan dan pengkajian keperawatan dicatat dalam format empat model adaptive keperawatan. Dan dapat dimengerti sebagai masukan data bagi tem asuhan keperawatan yang terlibat pada pasien. Dibutuhkan Keahlian dalam praktek keperawatan kaitannya dengan skill pengkajian perilaku dan pengetahuan membandingkan criteria evaluasi spesific respon perilaku manusia bahwa adaptive atau inefefektive (maladaptive). Data dikelompokkan dalam: data subjective, objective dan data pengukuran/peneriksaan fisik. Perilaku yang ditemukan dapat bervariasi dari apa yang diharapkan, mewakili semua respon baik efektive maupun maladaptive. Roy sudah menidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan dengan aktivitas Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak efektive, seperti pada table berikut :

Table 1:  Indikasi Kesulitan Adaptasi
Gejala berat dari aktivitas Regulator :
§ peningkatan deyut jantung dan tekanan darah.
§ Tegang.
§ Hilang nafsu makan.
§ Peningkatan  kortisol serum
Gejala Inefektiv dari Kognator :
·         Gangguan persepsi/ proses informasi.
·         Pembelajaran inefektive.
·         Tidak mampu membuat justifikasi.
·         Afektive tidak sesuai.
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk, Connecticut.


2.       Pengkajian Stimulus.
Setelah pengkajian perilaku, perawat menganalisis data-data yang muncul ke dalam pola perilaku pasien (empat model respon perilaku) untuk menfidentifikasi respon-respon inefektive atau respon-respon adaptive yang perlu didukung oleh perawat untuk dipertahankan. Ketika perilaku inefektive atau perilaku adaptive yang memerlukan dukungan perawat, perawat membuat pengkajian tentang stimulus internal dan ekternal yang mungkin mempengaruhi perilaku. Dalam fase pengkajian ini perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontektual dan residual yang dimiliki pasien. Proses ini mengklarifikasi penyebab dari masalah dan mengidentifikasi factor-faktor kontektual (faktor presipitasi) dan residual (factor Predisposisi) yang berhubungan erat dengan penyebab. Berikut  ini stimulus yang berpengaruh yang telah diidentifikasi (dikutip dari  Julia B.George; 1995)



 Budaya

: Status sosial ekonomi, Ektnis (suku/Ras), sistim kepercayaan.
Keluarga
:  Struktur keluarga, tugas keluarga.

Fase perkembangan
: Usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor keturunan.

Intergritas dari cara-cara penyesuaian (modes Adaptive)

: Fisiologis (termasuk patologi penyakit), konsep diri, fungsi peran, interdependensi.
Efektivefitas Kognator

:  Persepsi, pengatahuan, skill.
Pertimbangan lingkungan
: Perubahan lingkungan internal dan ekternal, menajemen pengobatan, penggunaan obat-obatan. Alkohol, dan merokok.

3.      Diagnosa Keperawatan.
Rumusan Diagnosa Keperawatan adalah  problem (P), Etiologi (E), Sinthom/kharakteristik data (S). Roy menjelaskan ada tiga metode merumuskan diagnosa keperawatan. (dikutip dari  Julia B.George; 1995. Nursalam;2003) adalah sebagai berikut:
1)      Metode Pertama
Adalah menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4 (empat) cara penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan cara mengidentifikasi perilaku empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi (lihat tabel 2). Respon tersebut digunakan sebagai pernyataan Masalah keperawatan. Misalnya: inadekuat pertukuran gas.(masalah fisiologis) datanya ialah; sesak kalau beraktivitas, bingung/agitasi, bernafas dengan bibir dimoncongkan, sianosis.  Konstipasi (masalah fisiplogis eliminasi) datanya: sakit perut, nyeri waktu defikasi, perubahan pola BAB. Kehilangan (masalah konsep diri) datanya: diam, kadan-kadang menangis, kegagalan peran (masalah fungsi peran).

2)      Metode Kedua
Adalah membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon dalam satu cara penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang sangat berpengaruh. Metode ini caranya ialah menilai perilaku respon dari satu cara penyesuaian diri, respom perilaku tersebut dinyatakan sebagai statemen masalah. Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang stimulus. Stimulus tersebut dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada yang disebabkan oleh kurannyag suplay oksigen ke otot jantung

3)      Metode Ketiga 
Adalah kumpulan respon-respon dari satu atau lebih cara (mode Adaptive) berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama. Misalnya pasien mengeluh nyeri dada sangat beraktivitas (olah raga) sedangkan pasien adalah atlit senam. Sebagai pesenam tidak mampu melakukan senam. Kadaan ini disimpulkan diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran berkaitan dengan keterbatan fisik. Pasien tidak mampu untuk bekerja melaksnakan perannya.

Tabel 2: Typologi Yang Biasanya Berkaitan Dengan Problem Adaptasi.
FISIOLOGIS MODE
1.      Oksigenasi.
·         Hipoksia/syoks.
·         Gangguan ventilasi.
·         Inadekuat pertukaran gas.
·         Inadekuat transport Gas
·         Gangguan perfusi jaringan.

2.      nutrisi.
·         Malnutrisi.
·         Mual,muntah.
·         Anoreksia.

3.      eliminasi.
·         Diare.
·         Konstipasi.
·         Kembung.
·         Retensi Urine.
·         Inkontinensia urine.

4.      aktivitas dan istirahat.
·         Inadekuat pola aktivitas dan istirahat.
·         Intolenransi aktivitas.
·         Immobilisasi.
·         Gangguan tidur.

5.      intergritas kulit.
·         Gatal-gatal.
·         Kekeringan.
·         Infeksi.
·         Dekubitus
6.      sensoris.
·         Nyeri akut.
·         Nyeri kronis.
·         Sensori overload.
·         Gangguan sensori primer.
·         Potensial injuri.
·         Kehilangan kemampuan perawatan diri.
·         Gangguan persepsi.
·         Potensial injuri/ hilang kemam-puan merawat diri.

7.      cairan dan elektriolit.
·         Dehidrasi.
·         Retensi cairan intra seluler.;
·         Edema.
·         Shok hipo/hipervolemik.
·         Hyper atau hipokalsemia.
·         Ketidakseimbangan asam basa.

8.      Fungsi Nerologis.
·         Penurunan kesadaran.
·         Defisit memori.
·         Ketidakstabilan perilaku dan mood.

9.      Fungsi endokrin.
·         Inefektiv regulator hormon.
·         Inefektiv pengembangan reproduksi.
·         Ketidakstabilan sikulus ritme stress internal.

KONSEP DIRI

Pandangan terhadap fisik.
·         Penurunan konsep seksual.
·         Agresi.
·         Kehilangan.
·         Seksual disfungtion.

Pandangan terhadap personal.
·         Cemas tidak berdaya.
·         Harga diri rendah.
·         Merasa bersalah.

FUNGSI PERAN


INTERDEPENDENSI
·         Transisi peran.
·         Peran berbeda.
·         Konflik peran.
·         Kegagalan peran.

·         Kecemasan.
·         Merasa.
·         Ditinggalkan/isolasi.
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk, Connecticut.


4.       Merumuskan Tujuan
Tujuan adalah harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu  dicatat merupakan indikasi perilaku dari perkembangan adaptasi masalah pasien. Pernyataan masalah meliputi perilaku. Pernyataan tujuan meliputi: perilaku, perubahan yang diharapkan dan waktu. Tujuan jangka panjang menggambarkan perkembangan individu, dan proses adaptasi terhadap masalah danm tersedianya energi untuk tujuan lain (kelangsungan hidup, tumbuh, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi hasil perilaku pasien setelah managemen stimulus fokal dan kontektual. Juga keadaan perilaku pasien itu indikasi koping dari sub sistim regulator dan kognator.

5.      Rencana Tindakan
Rencana tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk mengatasi/memanipulasi stimulus fokal kontektual dan residual, Pelaksanaan juga difokus pada besarnya ketidakmampuan koping manusia atau tingkat adaptasi, begitu juga hilangnya seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan untuk beradaptasi. Perawat merencanakan tindakan keperawatan spesifik terhadap gangguan atau stimulus yang dialami. Standar tindakan keperawatan menurut teori adaptasi roy adalah seperti terlihat pada tabel 3. (dikutip oleh Nursalam,2003)
Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan koping yang konstruktif (Julia B.George; 1995). Intervensi  ditujukan pada peningktan kemampuan koping secara luas. Tindakan diarahkan pada subsistim regulator (proses fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir. Misalnya: perspesi, pengetahuan, pembelajaran).

Tabel 3: kriteria standar Intervensi Keperawatan Menurut teori Adaptasi Roy
STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS
Memenuhi kebutuhan Oksigen.
Kriteria:
1.    menyiapkan tabung oksigen dan flow meter.
2.    menyiapkan hemodifier berisi air.
3.    menyiapkan slang nasal dan masker.
4.    memberikan penjelasan pada pasien.
5.    mengatur posisi pasien.
6.    memasang slang nsal dan masker.
7.    memperhatikan reaksi pasien.

Memenuhi kebutuhan Nutrisi:
Kriteria
1.    menyiapkan peralatan dalam dressing car.
2.    menyeiapkan cairan infus/makanan/darah.
3.    memberikan penjelasan pada pasien.
4.    mencocokan jenis cairan/darah/diet makanan
5.    mengatur posisi pasien.
6.    melakukan pemasangan infus/darah/makana

Memenuhi kebutuhan Eliminasi
kriteria
1.    menyiapkan alat pemberian hukmah/gliserin, dulkolac & peralatan pemasangan kateter
2.    memperhatikan suhu cairan/ukuran kateter
3.    menutup dan memasang selimut.
4.    mengobservasi keadaan feses dan uerine.
5.    Mengobservasi rekasi pasien.
Memenuhi kebutuihan aktivitas dan Istirahat/tidur.
Kriteria
1.   melakukan latihan gerak pada pasien tidak sadar.
2.   melakukan mobilisasi pad pasien pasca operasi.
3.   mengatur posisi yg nyama pada pasien.
4.   menjaga kebersihan lingkungan.
5.   Mengopservasi reaksi pasien.

Memenuhi kebutuhan Intergritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)
Kriteria
1.   memandikna pasien yang tidak sadar/ kondisinya lemah.
2.   mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/ kotor.
3.   Merapikan alat-alat pasien.

Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologsi
Kriteria
1.   Mengopservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan.
2.   melakukan tes alergi pada pemberian obat baru.
3.   mengobservasi reaksi pasien.

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI
Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.
Kriteria
1.    Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.
2.    memberikan penjelasan tentang tibndakan yang kan dilakukan.
3.    memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.
4.    memperhatikan setiap keluhan pasien.
5.    memotivasi pasien untuk berdoa.
6.    membantu pasien beribadah.
7.    memperhatikan pesan-pesan pasien.

STANDAR TINDAKAN PAD GANGGUAN PERAN

1.    Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi keluarga dan msayarakat.
2.    mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3.    melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam pengobatan dirinya.
4.    Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri pasien.
5.    bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien.
6.    mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada  pasien
7.    perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan secara benar dalam perawatan.
8.    Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif dari klein.

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI

1.    membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2.    membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
3.    membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).
4.    membantu pasien untuk berhias atau berdandan.



6.      Evaluasi:
Proses keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi. PerilakuTujuan  dibandingkan dengan respon-respon perilaku yang dihasilkan, dan bagaimana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperaweatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan intervensi setelah hasil evaluasi ditetapkan.


E.     APLIKASI TEORI ADAPTASI ROY
Selama lebih dari 30 tahun Model Adaptasi Roy telah digunakan untuk memahami dan menuntun praktik keperawatan dalam perawatan pasien. Para perawat menggunakan model ini sebagai framework untuk mengkonseptualisasi dan merencanakan intervensi keperawatan pada pasien atau menggunakan model ini untuk menciptakan intervensi untuk pemisahan populasi klinik.
Roy Adaptation Model telah diimplementasikan di NICU sebagai sebuah ideology untuk keperawatan (Nyqvist dan sjoden, 1993 dalam Senesac 2007), pada perawatan bedah akut, sebagai alat dokumentasi dalam proses keperawata , pada fasilitas rehabilitasi untuk mengintegrasi basis professional perawatan pasien (Mastal, Hammond, dan Roberts, 1982 dalam Senesac, 2007); pada dua unit rumah sakit umum sebagai konseptual framework untuk menuntun praktik; memfasilitasi sistem integral keperawatan pada bagian orthopedic, unit neurosurgical untuk mempertahankan lingkungan praktik professional bagi pelatihan mahasiswa, meningkatkan otonomi professional, membantu proses rekrutmen dan penguranan staf, dan untuk meningkatkan kejelasan peran pemberi layanan, dan menguatkan dan mengefektifkan kolaborasi interdisiplin.
Peran perawat yang diharapkan berdasarkan teori Roy. Perawat harus mampu meningkatkan respon adaptif pasien pada situasi sehat atau sakit. Perawat dapat mengambil tindakan untuk memanipulasi stimuli fokal, kontextual maupun residual stimuli dengan melakukan analisa sehingga stimuli berada pada daerah adaptasi. Perawat harus mampu bertindak untuk mempersiapkan pasien mengantisipasi perubahan melalui penguatan regulator, cognator dan mekanisme koping yang lain. Pada situasi sehat, perawat berperan untuk membantu pasien agar tetap mampu mempertahankan kondisinya sehingga integritasnya akan tetap terjaga. Misalnya melalui tindakan promotif perawat dapat mengajarkan bagaimana meningkatkan respon adaptif.
Pada situasi sakit, pasien diajarkan meningkatkan respon adaptifnya akibat adanya perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal. Misalnya, seseorang yang mengalami kecacatan akibat amputasi karena kecelakaan. Perawat perlu mempersiapkan pasien untuk menghadapi realita. Dimana pasien harus mampu berespon secara adaptif terhadap perubahan yang terjadi didalam dirinya. Kehilangan salah satu anggota badan bukanlah keadaan yang mudah untuk diterima. Jika perawat dapat berperan secara maksimal, maka pasien dapat bertahan dengan melaksanakan fungsi perannya secara optimal.
KASUS
Ibu L, 48 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah yang menjalar sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat pada saat melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk. Setelah dilakukan konsultasi dengan dokter A,  Ibu L dinyatakan mengalami herniasi diskus intervertebra (HNP), dan dijadwalkan untuk dilakukan discectomi (operasi pemotongan bagian diskus yang mengalami herniasi). Selanjutnya Ibu L diantar oleh suaminya dengan membawa surat pengantar dari dokter A masuk rumah sakit untuk dilakukan persiapan-persiapan termasuk pemeriksaan penunjang sebelum waktu operasi ditetapkan. Hasil pengkajian didapatkan data TD 120/90 mmHg, nadi 92x/menit, respirasi 24x/menit dan suhu 37,5˚C, pasien tampak gelisah.
Ibu L adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan perlengkapan wanita disebuah toko miliknya. Ia mengaku memiliki banyak pelanggan yang terbiasa melihatnya menjadi orang yang berbusana serasi dengan koleksi jualannya. Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu L melakukan aktifitas 12 jam perhari. Pola tidur 8 jam di waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah raga yang biasa dlakukan adalah jalan pagi setiap hari Ahad. Setelah persiapannya dianggap cukup,  maka disepakati akan dilakukan operasi pada tanggal 21 Maret 2011 jam 10.00 pagi. Hasil kesepakan tersebut diperkuat surat persetujuan operasi yang di tanda tangani oleh bpk A selaku suami Ibu L.
  1. Pengkajian.
1)      Bio data:
v  Nama                                       : Ibu L
v  Tempat lahir                            : Makassar
v  Umur                                       : 48 tahun.
v  Agama                                     : Islam.
v  Suku                                        : Makassar.
v  Pendidikan                              : SMA
v  Pekerjaan                                 : Wiraswasta.
v  Alamat                                    : Makassar
v   Sumber Data                          : Pasien dan Keluarga (suami)
v  No medical record                  : 36 51 01.
v  Masuk Rumah sakit                : Tanggal 21 Maret 2011

2)      Pengkajian Perilaku
a.      Pengkajian Tahap Pertama
Pengkajian tahap pertama adalah mengumpulkan data perilaku output Ibu L sebagai sistim adaptasi dihubungkan dengan 4 mode adaptif fungsi fisiologis, konsep diri, peran dan interdependen.
Pengkajian tahap pertama pada Ibu N didapatkan data :
Mode fisiologis
S  : Menyatakan gerakan- nya terbatas
O  : Pasien nampak terbaring di tempat tidurnya dan nampak ragu-ragu
       untuk bergerak, serta tampak gelisah
Mode Konsep diri
S  : Menyatakan cemas akan terjadi perubahan penampilan
O  : Tampak gelisah
Mode Fungsi peran
S  : Menyatakan takut terjadi kecacatan
O  : Rendah diri terhadap penampilanya
Mode Interdependen
 Tidak berdaya

b.      Pengkajian Tahap Kedua
Setelah mengidentifikasi respon tidak efektif dan respon adaptif selanjutnya melakukan pengkajian tahap kedua yang meliputi fokal, kontekstual dan residual stimuli.
Pengkajian tahap dua pada Ibu N didapatkan data :
1)      Pengkajian stimulus
a)      Stimulus fokal (etiologi)
b)      Stimulus konstekstual (presipitasi)
c)      Stimulus residual (predisposisi)
-       Identifikasi stimulus yang berpengaruh: Budaya, keluarga, fase perkembangan
-       Istirahat dan aktifitas
Tidur sering terbangun dan keterbatasan beraktifitas
Kekurangan istirahat tidur dapat menyebabkan kelelahan dan menghambat proses recovery sedangkan keterbatasan aktifitas dapat menyebabkan ketergantungan ADL
-       Rasa nyeri dapat mengaktivasi RAS yang menghambat proses tidur sedangkan post operasi discectomi membutuhkan sedikit pengaturan aktifitas

Self Konsep    : Penurunan konsep diri body image takut terjadi kecacatan
Phisical self     : Rendah diri tehadap penampilannya
Personal self    : Ketakutan terhadap gagalnya pengembalian fungsi normal
                          dari kaki
Fungsi peran    : Takut keberadaannya menjadi beban orang lain
Peran primer    : Kehilangan hoby bermain tenis setiap minggu
Peran tersier    : Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk berobat
Interdependence :
·         Keterbatasan kebebasan di rumah sakit
·         Kesepian, terbatasnya interaksi dengan keluarga dan kolega
·         Adanya jadwal berkunjung dari rumah sakit
  1. Diagnosa keperawatan
Sesuai dengan metode pembuatan diagnose keperawatan yang dikembangkan oleh Roy melalui tiga cara yaitu menggunakan tipologi berdasarkan adaptasi mode, mengobservasi perilaku yang paling dipengaruhi oleh stimulus dan menyimpulkan dari perilaku dari satu atau lebih adaptif mode dengan stimulus yang sama maka disusunlah diagnosa sbb:
a.       Gangguan aktifitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
b.      Cemas berhubungan dengan penurunan konsep diri body image dan harga diri
  1. Intervensi
    Tanggal                                   :
    Problem aktual/resiko  :
Gangguan istirahat dan aktifitas berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan gerak
Hasil yang diharapkan :
Ø  Klien dapat tidur 8 jam perhari tanpa gangguan
Ø  Dengan keterbatasan aktifitasnya klien dapat menggunakan kemampuan yang dimiliki secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
Ø  Kondisikan lingkungan yang nyaman bagi klien-Lakukan mobilisasi sesuai dengan program perawatan

Tindakan keperawatan            :
Ø  Ajarkan klien untuk melakukan mobilisasi secara mandiri
Ø  Latih klien sesuai kemampuan untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ADLnya sesuai dengan kemampuan
Tanggal                       :
Problem aktual/resiko  :
Cemas dan ketakutan berhubungan dengan : penurunan konsep diri body image dan harga diri

Hasil yang diharapkan :
Klien mampu mengungkapkan cemas dan ketakutanya dan mau mendiskusikan untuk mencari alternatif pemecahan
Tindakan keperawatan            :
Ø  Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk membantu memecahkan permasalahan klien
Ø  Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
Ø  Jelaskan operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan perawatan dengan benar
Ø  Rencanakan kehadiran keluarga untuk menemani klien























PEMBAHASAN

  1. Konsep Teori
Model yang dikembangkan Roy dapat diaplikasikan diberbagai tatanan pelayanan RS pada klien dengan penyakit akut maupun kronis, dari klien dengan permasalahan fisiologis dan psikologis, sesuai dengan karakteristik teori oleh George (1995) bahwa teori harus dapat diaplikasikan untuk mengatasi masalah klien dari yang sederhana sampai yang komplek. Pada intervensi, model adaptasi Roy dapat menghindarkan terjadinya duplikasi pembuatan perencanaan tindakan dan lebih terarah karena penetapan masalah berdasarkan berbagai respon yang sama walaupun berasal dari berbagai sistim mode.
  1. Aplikasi teori
Pendekatan adaptasi model dirasa lebih sesuai atau lebih mudah dikerjakan pada klien dengan gangguan medikal bedah seperti discectomi dan pasca pembedahan karena observasi terhadap respon klien baik yang adaptif maupun yang tidak efektif dapat dilakukan dengan lebih teliti dan dalam waktu yang cukup. Aplikasi model asuhan pada contoh kasus agak sulit untuk dilakukan karena selama ini kurangnya pengalaman dalam aplikasi model asuhan dari Roy, akan tetapi setelah mencoba untuk mengaplikasikan pada contoh kasus sangat membantu untuk merumuskan diagnosa dan intervensi, pada perumusan diagnosa kita dapat melakukan dengan berbagai macam pendekatan. Hal ini karena Roy menawarkan berbagai alternatif yang memudahkan sesuai kasus. Pada intervensi dapat dihindarkan terjadinya duplikasi rencana tindakan karena rencana tindakan dapat dipadukan dari berbagai sumber pengkajian yang sangat lengkap sehingga rencana dapat dibuat ringkas, terarah dan menjangkau cakupan yang luas dari permasalahan klien.









SKENARIO


Kepala Ruangan          : Indriyani (Ns.Indri)
Perawat                       : St. Khaeruni (Ns.Uni),  Fatimah (Ns.Ima)
Dokter                         : Arsad Suni (Dr. A)
Pasien                          : Nurlina (Ibu L)
Keluarga Pasien          : Adam (Bpk. A)
Narator                        : Mardia (Ns.Mar)

Narator :  Ibu L, 48 tahun mengalami nyeri yang luar biasa di daerah punggung bawah yang menjalar sampai ke tungkai sebelah kanannya. Nyeri ini sangat hebat pada saat melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk untuk berdiri dan duduk. Setelah dilakukan konsultasi dengan dokter A,  Ibu L dinyatakan mengalami herniasi diskus intervertebra (HNP), dan dijadwalkan untuk dilakukan discectomi (operasi pemotongan bagian diskus yang mengalami herniasi).
Selanjutnya Ibu L diantar oleh suaminya dengan membawa surat pengantar dari dokter A masuk rumah sakit untuk dilakukan persiapan-persiapan termasuk pemeriksaan penunjang sebelum waktu operasi ditetapkan. Hasil pengkajian Ns. Ima didapatkan data TD 120/90 mmHg, nadi 92x/menit, respirasi 24x/menit dan suhu 37,5˚C, pasien tampak gelisah.
Ibu L adalah wanita yang memiliki usaha menjual baju dan perlengkapan wanita disebuah toko miliknya. Ia mengaku memiliki banyak pelanggan yang terbiasa melihatnya menjadi orang yang berbusana serasi dengan koleksi jualannya. Sebelum masuk RS kebiasaan Ibu L melakukan aktifitas 12 jam perhari. Pola tidur 8 jam di waktu malam dan 1-1,5 jam di waktu siang. Olah raga yang biasa dlakukan adalah jalan pagi setiap hari Ahad.
Setelah persiapannya dianggap cukup, maka disepakati akan dilakukan operasi pada tanggal 21 Maret 2011 jam 10.00 pagi. Hasil kesepakan tersebut diperkuat surat persetujuan operasi yang di tanda tangani oleh bpk A selaku suami Ibu L.
Pada hari ke tiga pasca operasi Ns. Ima perawat shift malam  melakukan evaluasi pasien Ibu L (jam 06.00), dimana pasien terbaring di tempat tidurnya dan nampak ragu-ragu untuk bergerak, serta ekspresi tampak gelisah. Bpk A juga tampak murung dan hanya diam sambil menopang dagunya. Melihat kondisi demikian, Ns. Ima berusaha mengeksplorasi perasaan Ibu L dan  suaminya. Dari hasil evaluasi tersebut Ns. Ima mendapatkan data berupa keluhan sebagai berikut :

Ø Ibu L mengatakan pernah mendapat informasi kalau penyakitnya itu bisa menyebabkan kelumpuhan, atau membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.

Ø Ibu L  menyatakan takut bergerak.

Ø Bapak A menanyakan apakah istrinya bisa sembuh dan tidak akan cacat?

Dari data-data tersebut diatas, maka oleh Ns. Ima menetapkan masalah keperawatannya adalah “Cemas.  Selanjutnya jam 07.30 proses timbang terima antara Ns. Ima dan Ns. Uni bersama kepala ruangannya Ns. Indri. Pada timbang terima tersebut Ns. Ima menyampaikan masalah pasien Ibu L dan keluarganya. Ns. Indri menginstruksikan kepada Ns. Uni untuk menindaklanjuti masalah keperawatan Ibu L. Setelah timbang terima selesai, Ns. Ima dan Ns. Uni ke kamar Ibu L. Sementara itu Ns. Indri berkolaborasi dengan dokter mengenai pasien-pasien di ruangan tersebut.

Narator :  Dari cerita kasus diatas, kelompok menarik kesimpulan bahwa, dengan masalah keperawatan yang ditetapkan oleh Ns. Ima tersebut tepat, dan bila tidak ditangani dengan baik akan berdampak pada respons “maladaptive” pada pasien dan keluarganya. Dengan demikian, tugas Ns.Uni adalah membantu terciptanya respons adaptif pada pasien dan keluarganya dengan menggunakan pendekatan Komunikasi Terapeutik. Untuk itu, mari kita saksikan pertunjukkan kelompok satu dalam “Role Play” berikut ini.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

1.         Topik : Tiga hari pasca pembedahan, di ruang perawatan dengan masalah Cemas
2.         Proses Keperawatan
1)   Kondisi Klien
Data Subjektif :
Ø  Ibu L mengatakan pernah mendapat informasi kalau penyakitnya itu bisa menyebabkan kelumpuhan, atau membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti biasanya
Ø  Bapak A menanyakan apakah istrinya bisa sembuh dan tidak akan cacat?
Ø  Ibu L  menyatakan gerakannya terbatas dan takut bergerak
Ø  Ibu  menyatakan cemas akan terjadi perubahan penampilan
Ø  Bpk A  menyatakan takut terjadi kecacatan pada istrinya
Data Objektif :
Ø  Pasien nampak terbaring di tempat tidurnya dan nampak ragu-ragu untuk bergerak, serta tampak gelisah
Ø  Bpk A juga tampak murung dan hanya diam sambil menopang dagunya
2)   Masalah Keperawatan
Cemas berhubungan dengan penurunan konsep body image
3)   Tujuan
Pasien dan keluarga mampu mengungkapkan perasaan cemas, serta mau mendiskusikan untuk mencari alternatif pemecahan masalah
4)   Tindakan keperawatan :
Ø  Bina hubungan saling percaya dan yakinkan kehadiran perawat adah untuk membantu memecahkan permasalahan klien
Ø  Kuatkan koping klien dengan aspek adaptif yang dimiliki
Ø  Jelaskan operasi discectomi tidak akan menimbulkan kecacatan bila dilakukan perawatan dengan benar
3.         Strategi Pelaksanaan
1)   Fase Orientasi
a.       Salam Terapeutik
P   : “Assalamualaikum Bu Lina, saya Ns. Uni, temannya Ns. Ima, pagi ini saya yang  akan merawat bu Lina”
K  : Oh… iya, dengan senang hati kalau suster mau merawat saya”

b.      Evaluasi / Validasi
P  : “Bagaimana perasaan bu Lina hari ini?”
K  : Alhamdulillah suster, sakitnya sudah berkurang, tapi..saya takut
       bergerak” (dengan raut muka cemas)
c.       Kontrak
P  : “Katanya bu Lina dan suami ibu sering merasa cemas dan takut dengan
        proses penyembuhan penyakit ibu, bagaimana kalau kita diskusi/bercerita
        tentang  hal ini”
K : “Baiklah kalau begitu, iya saya juga mau suster” (sahut suami pasien)
P : “Kira-kira dalam waktu 15 menit, kita berdiskusi masalah ini? bagaimana
        menurut bu Lina?”
K : “Iya .., biar lebih sedikit waktunya juga saya setuju”
P :  “Kita diskusi di  sini di tempat tidur bu Lina saja ya, sambil ibu istirahat”
K : “Iya suster, karena saya masih takut kalau bangun duduk”

2)   Fase Kerja
P  : “Bu, kira-kira apa yang membuat ibu takut dengan kondisi saat ini?”
K : “Suster, kata orang penyakit saya ini bisa bikin lumpuh, saya takut kalau
        nanti saya tidak bisa berjalan normal lagi, terus takut  bergerak. Sambung
        Bpk A  “ betul tidak cacat suster?, saya juga takut kalau itu terjadi”
P  : ”Oh itu masalahnya, ”Ibu tidak usah takut bergerak karena bergerak akan
        membantu proses penyembuhan Ibu, yang penting tidak terlalu aktif, tidak apa-  apa, Ibu bisa bangun dan jalan ke kamar mandi, dan Insya Allah sembuh”
K : ”Oh iya, begitu suster..tapi bagaimana dengan jahitan luka operasi saya, nanti
        tidak terlepas suster?”
P : ”Oh, Insya Allah tidak bu..Justru kalau Ibu tidak mau bergerak nanti kaku,
        selain itu berbaring lama bikin aliran darahnya tidak lancar, sehingga lama  sembuhnya”
K  : ”Terima kasih Suster, saya sudah mengerti sekarang. Tapi suster, saya juga susah tidur”, iya suster kadang menjelang subuh baru tertidur istri saya (kata Bpk A)
P : ”Kenapa Bu?” ada yang mengganjal pikiran ibu, coba kemukakan, mungkin
       saya bisa membantunya”
K : ”Itu tadi masalahnya suster,  saya kepikiran  karena takut nanti saya tidak bisa berjalan normal lagi  (timpang) suster, saya juga takut begitu suster” (tambah suaminya)
P : ”Insya Allah Ibu bisa berjalan dan beraktifitas seperti biasa, tentu ibu harus
        yakin, bersyukur  dan selalu berdoa, karena dokter berhasil melakukan
        ”Operasi” Ibu,  jadi ibu tidak usah khawatir, bapak juga, yach...!
K : Alhamdulillah kalau begitu, sekarang hati saya sudah terasa lega (sambil saling menatap dan senyum gembira ibu Lina dan suaminya).

3)   Fase Terminasi
P  : Bagaimana perasaan bu Lina dan bpk A, setelah bincang-bincang dengan kami
K :   Alhamdulillah, saya sudah mengerti, merasa senang, perasaan takut dan cemas saya juga sudah hilang. Saya juga demikian suster (kata suami pasien)
P :   Baiklah, kalau begitu sekarang ibu Lina istirahat dulu, nanti kalau ada yang
         belum jelas, ibu dan bapak bisa tanya lagi, selanjutnya kami berharap ibu Lina dapat menerima perubahan status kesehatan yang terjadi saat ini.
Dokter :
Iya benar kata Ns. Uni, penyakit ibu memang terjadi di tulang belakang tepatnya di tulang belakang bagian bawah (L ke 3-4), tapi Alhamdulillah kami telah berhasil mengoperasinya, insya Allah ibu dapat sembuh dan beraktivitas seperti biasanya. Jadi ibu dan bapak sekarang banyak berdoa yach...!

K :   ”Terima kasih suster.. terima kasih dokter.., (ucapan bersamaan pasien& suami).

Narator :  Dokter A dan Ns. Uni meninggalkan Ibu L dan Bpk A.
Demikianlah tadi ”Role Play” dari kelompok  satu, yang menggambarkan penerapan Grand Teori Callista Roy pada kasus pasien pasca operasi dengan HNP, semoga bermanfaat. Saran, masukan dan kritikan sangat kami harapkan demi perbaikan kita bersama, ......... Wassalam.....................





DAFTAR PUSTAKA


George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth Edition. USA : Appleton & Lange.

Mariner, A.(1998). Nursing Theorists And Their Works. (4th ed) Philadelphia: Lippincott: Raven Publisher

Pearson A., Vaughan B. (1986). Nursing Model For Practice. Bedford Square London, William Heinemann Medical Books

Tomey and Alligood M.R (2006). Nursing theoriest, utilization and application. Mosby : Elsevier.

Tomey Ann Marriner and Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6
            Ed. USA : Mosby Inc.


Comments

Popular posts from this blog

TINGKATAN THEORY KEPERAWATAN, (META-THEORY, GRAND-THEORY, MIDDLE RANGE TEORY, MICRO THEORY)

Struktur Hirarki Ilmu Keperawatan Struktur hirarki ilmu keperawatan dibedakan atas 5 komponen dari ilmu keperawatan menurut tingkat abstraksinya. Hirarki terdiri dari komponen-komponen yang bersifat menyeluruh di dalam namun juga menjadi bagian dari yang lebih besar tersebut. Pada kasus ini   keseluruhan yang terbesar adalah Ilmu Keperawatan. Dengan demikian, setiap komponen dari ilmu keperawatan adalah keseluruhan yang utuh tetapi juga bagian dari yang terbesar. Berdasarkan figure 1 di atas 5 komponen hirarki dari ilmu keperawatan adalah metaparadigma, filosofi, model konseptual, teori, dan indikator empiris.  Seperti pada  figur 1  di  atas diperlihatkan komponen yang  paling  abstrak adalah metaparadigma dan  yang paling  konkrit adalah indikator empiris. Metaparadigma Metaparadigma didefinisikan sebagai konsep global yang mengidentifikasi fenomena dari minat sentral dari suatu disiplin, dalil global yang menggambarkan konsep, dan dalil global yang menyatakan hubungan an

makalah penyakit DHF (Dengue haemoragic fever)

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016). Menurut data WHO (2014) penyakit DBD pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar ke berbagai Negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara,dan Pasif

implementasi keperawatan, tahap-tahap implementasi keperawatan

BAB II PEMBAHASAN A.      PENGERTIAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari prilaku keperawatan di mana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asukahan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, dibanyak lingkungan keperawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh, implementasi segera diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan klien yang mendesak, dalam situasi seperti henti jantung, kemtian mendadak dari orang yang dicintai, atau kehilangan rumah akibat kebakaran. Implamentasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, menyelia dan mengevaluasi kerja anggota staf, da